MEKKAH (gemaislam) – Kabar pemindahan makam Nabi Muhammad menjadi pemberitaan hangat baru-baru ini. Adalah dua surat kabar Inggris, The Independent dan Daily Mail yang pertama kali
menghembusakan kabar tersebut.
Menurut dua surat kabar tersebut, makam Nabi Muhammad akan dipindahkan ke pekuburan Baqi’ yang
tidak jauh dari makam Nabi sebelumnya.
Informasi tersebut didasari dari sebuah dokumen setebal 61
halaman.
Media-media tanah air kemudian mengutip dari dua harian tersebut dan mengesankan bahwa Arab Saudi
benar-benar akan memindahkan makam Nabi tersebut.
Mengomentari pemberitaan yang sudah meluas,
pemerintah Arab Saudi membantah akan memindahkan jasad Nabi Muhammad ke pekuburan Baqi’.
Seorang
sumber di pemerintahan Saudi mengatakan, bahwa hal-hal yang terkait dengan kepentingan umat Islam harus
melalui persetujuan para ulama senior.
“Kabar (mengenai pemindahan makam) tersebut
merupakan sebuah tulisan dari seorang peneliti. Itu
bukanlah keputusan dari pemerintah Arab Saudi” ujar
sumber tersebut.
Tulisan peneliti tersebut dipublikasikan dalam sebuah
jurnal ilmiyah terbitan Presidensi Umum Urusan Masjidil
Haram dan Masjid Nabawi, demikian seperti dikutip dari
alarabiya, Rabu (3/9/2014).
Sementara itu, perluasan Masjid Nabawi tetap
dilaksanakan dengan mengambil bagian utara masjid.
Selain itu, perluasan juga akan dilakukan secara vertikal
dengan menambahkan lantai-lantai bagian atas seperti yang ada di Masjidil Haram. (arc)
gemaislam.com/berita/arab-news/2849-kabar-pemindahan-makam-nabi-bukan-keputusan-pemerintah-arab-saudi
www.rumonline.net/index.php?page=article&id=175909#
Kabar dari orang kafir aja ditelan mentah-mentah,.
Sungguh benar perintah Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
[Surat Al-Hujraat : 6]
Rabu, 03 September 2014
Meluruskan Berita Pemindahan Makam Nabi ﷺ
Senin, 18 Agustus 2014
Nasihat Bagi Akhwat Tentang POLIGAMI
NASEHAT BAGI AKHAWAT TENTANG POLIGAMI
Saya ingin menyampaikan kepada akhawat bahwa saya memiliki 4 istri, dan bahwasanya mereka seperti saudara, makan bersama, minum bersama, melaksanakan umrah bersama, naik mobil bersama, dan masing-masing dari mereka saling mengunjungi yang lain.
Silahkan tanyakan kepada istri yang saya ajak ke sini tentang kehidupan kami sehari-hari ini.
Saya ingin agar akhawat tidak terpengaruh dengan sikap taklid (membebek –pent) lalu bersikap jengkel atau marah terhadap sesuatu yang perkaranya lapang bagi mereka. Jadi rumah-rumah penuh dengan perawan tua. Maka janganlah mereka merasa kesal terhadap perkara ini.
Walhamdulillah kalian tinggal di negeri yang keadaannya tidak sampai seperti yang terjadi di sebagian negeri-negeri Islam lainnya berupa dilarangnya poligami, dan ini termasuk keutamaan Allah atas kalian karena ini termasuk hukum Allah yang diterapkan di negeri yang baik ini. Jadi saya ingin akhawat agar tidak menyia-nyiakan hidupnya hanya gara-gara menolak poligami.
Saya juga menginginkan agar para suami bersikap penuh hikmah dan adil serta menjadi teladan yang baik dalam bersikap adil diantara para istri.
Walaupun dalam perkara menampakkan kegembiraan atau kesedihan serta keceriaan wajah.
Semua ini saya lakukan, dan hanya Allah saja yang bisa memberikan taufik.
Dan saya berharap para wanita ikut membantu kita mengatasi masalah ini.
Oleh: Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimy hafizhahullah
Alih bahasa: Muhammad Fajri S.Pdi
Sabtu, 09 Agustus 2014
Nasihat Tulus Bagi Para Suami Terutama Praktisi Poligami
NASEHAT TULUS BAGI PARA SUAMI TERUTAMA PRAKTISI POLIGAMI
ﻧَﺼِﻴﺤَﺔٌ ﺃُﺳْﺪِﻳﻬَﺎ ﻟِﻠْﻤُﻌَﺪِّﺩِ *** ﻓَﺎﻗْﺒَﻞْ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﻧَﺎﺻِﺢٍ ﻣُﺆَﻳِّﺪِ
Sebuah nasehat yang kupersembahkan untuk praktisi poligami Terimalah nasehat tersebut, nasehat dari seorang yang tulus dan mendukungmu (dalam berpoligami)
ﻷﻧَّﻪُ ﻣِﻦْ ﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ *** ﻭَﺃَﺧْﻴَﺮِ ﺍﻟﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻓَﺎﺳْﻤَﻊْ ﻗُﻮﻟِﻲ
Karena poligami termasuk sunnah Rasulullah, sunnah lelaki yang terbaik maka camkanlah nasehatku ini
ﻭَﻣُﻮﺟِﺐُ ﺍﻟﺘَّﻌَﺪُّﺩِ ﺍﻟﻤَﺼْﻠَﺤَﺔُ *** ﻟَﺎ ﺍﻟْﻬَﺪْﻡُ ﻟِﻠْﺒُﻴُﻮﺕِ ﻭَﺍﻟْﻤَﻔْﺴَﺪَﺓُ
Motivasi untuk berpoligami adalah untuk meraih kemaslahatan
Bukan untuk menghancurkan rumah tangga dan mendatangkan mafsadah
ﻟَﺎ ﺗَﻬْﺪِﻣَﻦْ ﺑَﻴْﺘًﺎ ﻟِﺒَﻴْﺖٍ ﻏَﻴْﺮِﻩِ*** ﻓَﻤَﻨْﻬَﺞُ ﺍﻟْﻌَﺎﻗِﻞِ ﺣِﻔْﻆُ ﻃَﻴْﺮِﻩِ
Janganlah sekali-kali engkau meruntuhkan sebuah rumah demi untuk membangun rumah yang lain
Metode orang yang berakal adalah menjaga rumahnya yang telah terbangun
ﺇِﺫْ ﺭُﺑَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَﺍﺕُ ﻓِﻲ ﺃُﻭﻟَﺎﻫُﻤُﺎ *** ﻭَﺍﻟﺸَّﺮُّ ﻛُﻞُّ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﻓِﻲ ﺛَﺎﻧِﻴﻬِﻤَﺎ
Karena bisa jadi seluruh kebaikan terdapat pada rumahmu yang pertama dan seluruh keburukan pada rumah yang kedua
ﻻ ﻳُﺴْﺘَﻄَﺎﻉُ ﺍﻟﻌَﺪْﻝُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴْﻮَﺓِ *** ﻓِﻲ ﺍﻟﺤُّﺐِّ ﻭَﺍﻟﻔِﺮَﺍﺵِ ﻻ ﺍﻟﺒَﻴْﺘُﻮﺗَﺔِ
Tidak mungkin keadilan dipraktikan diantara para istri dalam permasalahan cinta, bercampur/bersenggama, namun keadilan pada jatah menginap
ﻓَﻠْﺘُﻈْﻬِﺮَﻥَّ ﺍﻟﻌَﺪْﻝَ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺖَ *** ﻭَﻟْﺘَﻜْﺘُﻤَﻦَّ ﺍﻟﺤُّﺐَّ ﺇِﻥْ ﻋَﺠَﺰْﺕَ
Maka hendaknya engkau menunjukan sikap adilmu semaksimal mungkin...
Dan hendaknya engkau menyembunyikan rasa cintamu jika kau tidak mampu berbuat adil...
ﻓَﺎﻟﺤُﺐُّ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ﻣِﻦْ ﺃَﺣْﻮَﺍﻝِ *** ﻭَﺍﻟْﻌَﺪْﻝُ ﻣَﺎ ﻳَﻈْﻬَﺮُ ﻣِﻦْ ﺃَﻓْﻌَﺎﻝِ
Kecintaan kondisi yang terdapat dalam hatimu adapun keadilan apa yang teraplikasikan dalam perbuatanmu
ﻭَﻟْﺘَﺒْﺬُﻟُﻮﺍ ﺣُﺒَّﻜُﻢُ ﻛَﺎﻟﻨَﻬْﺮِ *** ﻭَﻻ ﺗَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﺃَﺑَﺪًﺍ ﻛَﺎﻟﺒِﺌْﺮِ
Hendaknya engkau menebar cintamu seperti sungai (yang mudah untuk diciduk airnya dari segala sisi oleh istri-istrimu seluruhnya-pen)
Dan janganlah engkau menebar cintamu seperti sumur (yang jika seseorang hendak mengambil airnya maka butuh bersusah payah untuk menurunkan embernya dengan menahan tali yang berat)
ﻓَﺘُﺘْﻌِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝَ ﻟِﻨَﻴْﻞِ ﺣُﺒِّﻚَ*** ﻓَﻜُﻦْ ﻛَﺮِﻳﻤًﺎ ﺃَﻱْ ﺑِﺪُﻭﻥِ ﺳُﺆْﻟِﻚَ
Sehingga engkau menyulitkan istrimu untuk merasakan cintamu...
Hendaknya engkau dermawan dalam menebar cintamu kepada istrimu tanpa harus ia memintanya kepadamu
ﻭَﺍﻟْﺘَﻤِﺴَﻦَّ ﺍﻟْﻌُﺬْﺭَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻐَﻴْﺮَﺓِ *** ﻓَﻬْﻲَ ﻛَﺤُﺰْﻥٍ ﻣِﻦْ ﻃِﺒَﺎﻉِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ
Berikanlah udzur kepada istrimu tatkala ia bersalah karena cemburu...
Kecemburuan adalah tabi'at seorang wanita sebagaimana tabi'at kesedihan...
ﻓَﻐَﻴْﺮَﺓٌ ﺗَﻐَﻴُّﺮٌ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ *** ﻋِﻨْﺪَ ﺍﺷْﺘِﺮَﺍﻙِ ﻏَﻴْﺮِﻫَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤُﺐِّ
Sungguh kecemburuan adalah perubahan hati .., tatkala ada wanita lain yang menyertainya dalam mencintaimu...
ﻭَﺍﺳْﺘَﻌْﻤِﻠَﻦَّ ﺍﻟْﻌَﻘْﻞَ ﻣَﻊْ ﺯَﻭْﺟَﺎﺗِﻚَ *** ﺗَﻬْﻨَﺄْ ﺑِﻌَﻴْﺶٍ ﺑَﻌْﺪُ ﻓِﻲ ﺑُﻴُﻮﺗِﻚَ
Gunakanlah akal mu dalam mensikapi istri-istrimu...(bukan dengan emosi dan perasaan-pen)
Maka engkau akan hidup bahagia di rumah-rumah (istri) mu...
ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺘَّﺨَﻮُّﻥِ *** ﻟِﻠْﺄَﻫْﻞِ ﺫَﺍﻙَ ﺷِﻴﻤَﺔٌ ﻟِﻠْﺄَﺭْﻋَﻦِ
Waspadalah, jangan sekali-sekali engkau melakukan pengkhianatan pembohongan terhadap istrimu...
Sungguh hal itu merupakan perangai orang yang tolol
ﻟَﺎ ﺗَﻄْﻠُﺒَﻦَّ ﻋَﺜْﺮَﺓَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ*** ﻓَﺈِﻥَّ ﺫَﺍ ﻣَﺠْﻠَﺒَﺔُ ﺍﻟﺸَّﻘَﺎﺀِ
Janganlah engkau mencari-cari kesalahan istri-istrimu...
Sungguh hal ini hanya mendatangkan penderitaan...
ﻓَﻤَﺪْﺧَﻞُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺰِّﻳﺠَﺎﺕِ *** ﻣِﻦْ ﺳُﻮﺀِ ﻇَﻦِّ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝِ ﻭَﺍﻟﺰَّﻭْﺟَﺎﺕِ
Pintu masuknya syaitan dalam rumah tangga...adalah sikap berprasangka buruk antara suami dan istri-istri...
ﻭَﻟْﺘُﺮْﻓِﻘَﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮَﺍﺭِﻳﺮِ ﺍﻟﺘِﻲ *** ﺍﻟﻜَﺴْﺮُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻗَﺪْ ﻳَﻘَﻊْ ﺑِﺎﻟْﻜِﻠْﻤَﺔِ
Hendaknya engkau lembut terhadap para wanita (yang diibaratkan seperti kaca)
Karena kaca tersebut bisa pecah hanya karena sebuah perkataan...
ﻭَﻟْﺘُﺤْﺴِﻨَﻦَّ ﻋِﺸْﺮَﺓَ ﺍﻟْﻌَﻮَﺍﻧِﻲ *** ﻓَﺎﻷَﺳْﺮُ ﻻ ﺑِﺎﻟْﺨَﻮْﻑِ ﺑَﻞْ ﺃَﻣَﺎﻥِ
Hendaknya engkau berbuat baik dengan para tawananmu (yaitu para istrimu, karena istri disebut oleh Nabi ibarat seperti tawanan suami-pen)...
Menawan istrimu adalah bukan dengan ketakutan akan tetapi dengan memberikan rasa tentram kepadanya...
ﻭَﻟْﺘَﻜُﻦِ ﺍﻟْﻌِﺸْﺮَﺓُ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ *** ﺃَﻣْﺮُ ﺍﻹِﻟَﻪِ ﺍﻟﺴَّﻴْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺅُﻭﻑِ
Hendaknya engkau menggaulinya dengan baik...
karena ini merupakan perintah Allah yang Maha Lembut...
ﻓَﻠِﻠﺮِّﺟَﺎﻝِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎ ﺩَﺭَﺟَﺔُ *** ﺗَﺤَﺎﻣُﻠًﺎ ﻛَﻲْ ﺗَﺴْﺘَﻤِﺮَّ ﺍﻟْﺒَﻬْﺠَﺔُ
Kaum lelaki lebih tinggi sederajat di atas para wanita...
Dalam hal kesabaran dalam memikul beban, agar keindahan keluarga terus berlanjut
ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﺫَﺍ ﻛَﻒَّ ﺍﻟْﺄَﺫَﻯ ﻋَﻨْﻬُﻦَّ *** ﺑَﻞْ ﺑِﺎﺣْﺘِﻤَﺎﻝٍ ﻟِﻠْﺄَﺫَﻯ ﻣِﻨْﻬُﻦَّ
Dan bukanlah kesabaran tersebut dengan menahan diri dari mengganggu dan menyakiti para istri...
Akan tetapi dengan bersabar dari gangguan yang timbul dari para istri...
ﺗَﻮَﺳَّﻌُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺧْﻠَﺎﻕِ *** ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎ ﺩَﻭْﻣًﺎ ﺑِﻠَﺎ ﺷِﻘَﺎﻕِ
Bermudahlah dalam memberi harta dan dalam beraklak mulia kepada para wanita...
Senantiasalah demikian sehingga hilanglah perselisihan..
ﺗَﻌَﻮَّﺩُﻭﺍ ﺍﻟﺸُّﻜْﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ *** ﻟِﺨِﺪْﻣَﺔٍ ﻣِﻨْﻬُﻦَّ ﻛُﻞَّ ﺁﻥِ
Biasakanlah dirimu untuk berterimakasih atas kebaikan dan pelayanan dari istrimu..setiap saat...
ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺑِﺨِﺪْﻣَﺔِ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ *** ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺷِﻴﻤَﺔُ ﺍﻟَﺎﻧْﺒِﻴَﺎﺀِ
Hendaknya kalian membantu para istri, sesungguhnya hal itu merupakan perangai para nabi...
ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻘُﻞْ ﺭُﺟُﻮﻟَﺘِﻲ ﺭُﺟُﻮﻟَﺘِﻲ *** ﺇِﺫْ ﺫَﺍﻙَ ﻧَﻘْﺺٌ ﻓِﻲ ﻋُﻴُﻮﻥِ ﺍﻟﺰَﻭْﺟَﺔِ
Jangan sampai engkau berkata, "Aku adalah lelaki...aku adalah lelaki..."
Karena hal itu merupakan sebuah kekurangan di mata istrimu...
ﻟَﺎ ﺗَﻨْﺴَﻮُﺍ ﺍﻟْﻔَﻀْﻞَ ﻟَﺪَﻯ ﺍﻟﻄَّﻠَﺎﻕِ *** ﻓَﻜَﻴْﻒَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺰَّﻭَﺍﺝِ ﻭَﺍﻟْﻮِﻓَﺎﻕِ
Janganlah melupakan kebaikan istri tatkala timbul perceraian...
Maka terlebih lagi (janganlah lupakan kebaikannya) tatkala engkau masih bersamanya dalam pernikahan...
ﻭَﻟْﺘَﺘَّﻘُﻮﺍ ﺍﻹﻟَﻪَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻮَﺻَﺎﻳَﺎ *** ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻦَّ ﺃَﻃْﻴَﺐُ ﺍﻟْﺒَﺮَﺍﻳَﺎ
Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah dalam berbuat baik kepada para wanita...
Sesungguhnya para wanita adalah manusia yang terindah...
ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﻤَﻌَﺎﻧِﻲ ﻣَﺎ ﺃَﺳْﻬَﻠَﻬَﺎ *** ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِ ﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻔِﻌْﻞُ ﻣَﺎ ﺃَﺻْﻌَﺒَﻬَﺎ
Nasehat-nasehat ini sungguh sangat mudah untuk diucapkan...
Akan tetapi penerapannya merupakan perkara yang sangat sulit...
ﻓَﺠَﺎﻫِﺪُﻭﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧِﻲ*** ﻭَﻟْﺘَﻄﻠُﺒُﻮﺍ ﺇِﻋَﺎﻧَﺔَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ
Maka hendaknya engkau bersungguh-sungguh untuk melaksanakannya...
Mintalah pertolongan kepada Ar-Rahman
ﻭَﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻹِﻧْﻌَﺎﻡِ *** ﺛُﻢَّ ﺍﻟﺼَّﻼﺓُ ﺑَﻌْﺪُ ﻣَﻊْ ﺳَﻼﻡِ
Dan segala puji bagi Allah atas segala karunia...
Dan sholawat dan salam tercurahkan...
ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺧَﻴْﺮِﻧَﺎ ﻷﻫْﻠِﻪِ *** ﻓَﻠْﺘَﻘْﺘَﺪُﻭﺍ ﻣَﻊْ ﺃَﻫْﻠِﻜُﻢ ﺑِﻤِﺜْﻠِﻪِ
kepada Nabi yang merupakan suami yang terbaik bagi istrinya...
Maka teladanilah beliau dalam bersikap terhadap istrimu....
Lihat: https://m.facebook.com/firandaandirja/posts/1441092196178509]
Klik: https://m.facebook.com/profile.php?id=324318081070592
Jumat, 08 Agustus 2014
Gelar Takfiri, Pantaskah?
Pantaskah Engkau Menyandang Gelar Takfiri...?
Tidak diragukan saudara-saudara kita yang terjerat
dalam pemahaman takfir (suka mengkafirkan) adalah saudara-saudara yang semangat menegakkan syari'at Islam. Akan tetapi tentunya bukan hanya mereka saja yang rindu untuk ditegakkan syari'at Islam. Demikian juga bukan hanya mereka yang benci kepada kesyirikan dan kekufuran, akan tetapi masih banyak saudara- saudara mereka yang lain yang juga benci dan selalu memperingatkan umat akan bahaya kesyirikan dengan
berbagai macam jenisnya.
Hanya saja saudara-saudara kita –yang hobi
mengkafirkan- tersebut sangat memfokuskan
pembahasan kesyirikan pada permasalahan "Berhukum dengan selain hukum Allah".
Berangkat dari kesalahpahaman tentang permasalahan "Berhukum dengan selain hukum Allah" maka menimbulkan
pengkafiran berantai ala "MLM".
Tentu saudaraku yang "hobi" mengkafirkan tidak suka atau tidak ridho dengan gelar yang buruk ini "Takfiri" jika
distempelkan dan dicapkan pada dirinya.
Karena bagaimanapun gelar "takfiri" sangat bermakna konotasi.
Akan tetapi jika kita kembali kepada kenyataan aqidah
dan praktek mereka…
ternyata inilah sifat dan gelar yang tepat dan sangat pas jika ditempelkan kepada saudara-saudara kita yang berpemahaman takfir tersebut.
Terlebih lagi jika kita menelaah pernyataan-pernyataan berani yang dilontarkan oleh tokoh-tokoh mereka (dalam
hal ini adalah Ustadz Aman Abdurrahman dan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir), sebagaimana yang telah dinukil oleh situs-situs pendukung dan penebar pemahaman kedua ustadz ini seperti : (1) Arrahmah.com, (2)
Millahibrahim. wordpress.com, dan (3) voa-islam.com Berikut contoh-contoh pengkafiran berantai tersebut, sebagaimana termaktub dalam situs-situs tersebut :
Pertama : Arab Saudi negara kafir.
Seorang muslim tentunya bahagia masih ada suatu negara yang masih menegakkan hukum Islam, hukum rajam bagi yang berzina, hukum pemotongan tangan bagi yang mencuri, qisos (dipenggal kepala) pagi
yang membunuh orang lain dengan sengaja tanpa hak, qisos bagi yang mempraktekan sihir, dll. Itulah negara
Arab Saudi, yang pada negara tersebut tidak akan ditemukan sebuah tempat ibadah agama lain…, tidak akan ditemukan perayaan hari natal…, tidak akan ditemukan bar dan discotik.., apalagi tempat lokalisasi
perzinahan, serta keamanan yang luar biasa.
Sebagaimana hal ini bisa dirasakan oleh para jama'ah haji. Tidak ada kuburan yang disembah.., tidak ada penyembelihan kepada jin.., dan tidak ada praktik-praktik kesyirikan secara terang-terangan.
Demikian juga
Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang memiliki Lembaga al-AmrbilMa'ruufwaAn-Nahyu 'anal-Munkar.
Tentunya tidak ada yang mengatakan bahwa Arab Saudi adalah negara Islam yang sempurna…??. Tidak
seorangpun yang menyatakan demikian.
Bahkan kita sendiri melihat masih ada kekurangan pada kerajaan Arab Saudi.
Akan tetapi itulah negara yang terbaik yang ada saat ini, yang kita terus memohon kepada Allah agar tetap menjaga negara ini dan mengarahkannya kepada yang lebih baik.
Akan tetapi anehnya, ada seorang ustadz yang bukannya
mendoakan agar Arab Saudi menjadi lebih baik, akan tetapi malah berbahagia jika Arab Saudi runtuh..!?.
Dalam sebuah tulisan yang berjudul "Masa-masa akhir menjelang runtuhnya Thaghut Saudi", UstadzAman
Abdurrahman berkata : (( Arab Saudi adalah negara paling akhir dalam keterbongkaran kekafiran dan kethaghutan mereka, yang selama ini mayoritas umat Islam atau bahkan aktivis Islam meyakini bahwa Saudi adalah negara Islam. Hari demi hari semakin terbongkar
kekafiran mereka di hadapan umat Islam dan bahkan di
hadapan para syaikh mereka yang selama ini selalu melindungi dan menjadi pilar pengokoh kekuasaan mereka.
Bergembiralah wahai kaum muslimin dengan
semakin nyatanya kejahatan Dinasti Saudi dan kekafiran mereka serta loyalitas mereka kepada Salibis Amerika
dan Zionis Yahudi.
Tunggulah saatnya kehancuran mereka dan penguasaan ikhwan tauhid setelahnya)),
silahkan baca (http://
millahibrahim.wordpress.com/2013/08/17/masa-masa-akhir-menjelang-runtuhnya-thaghut-saudi/)
Entah apa yang dikehendaki oleh Ustadz Aman Abdurrahman ini…?!, apakah ia ingin Arab Saudi hancur,
lalu ia bersama rekan-rekannya mendirikan negara Islam di Arab Saudi menggantikan raja Saudi, lalu menyerang Amerika dan Yahudi??. Apakah semudah itu…??. Apakah
itu yang hendak digembira riakan??. Ingin agar tidak ada
yang mengatur jama'ah haji dan umroh…
Selanjutnya…
Kedua : Indonesia negara musyrik dan kafir
Jika Arab Saudi yang menjalankan hukum Islam saja divonis kafir maka bagaimana lagi nasib NKRI?. Ustadz
Abu Bakar Ba'asyir berkata : "Negara Indonesia (NKRI)
adalah negara musyrik dan kafir" (silahkan baca http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/08/15/26277/ustadz-baasyir-
indonesia-berhukum-thaghut-umat-islam-dilarang-patuh/#sthash.H5wyoNld.dpbs).
Selanjutnya …
Ketiga : Kepala Negara Indonesia Kafir.
Jika negaranya kafir, maka tentunya sang presidennya juga kafir, karena menjalankan kekafiran dengan
berhukum dengan hukum selain hukum Allah kafir.
Presiden Indonesia SBY disebut oleh mereka sebagai thaghut (gembong kekufuran), silahkan lihat http://
www.arrahmah.com/read/2012/01/11/17338-ustadz-abu-bakar-baasyir-penguasa-nkri-sejak-merdeka-hingga-saat-ini-adalah-thaghut.html).
Jangankan presiden NKRI bahkan tokoh Ikhwanul Muslimin yaitu Mursi -presiden Mesir- juga divonis kafir
tatkala menjadi presiden (silahkan baca http://
millahibrahim.wordpress.com/2013/10/17/penjelasan-kekafiran-mursiy-saat-menjadi-presiden-mesir/).
Selanjutnya …
Keempat : Pegawai negeri secara umum kafir (meskipun tidak semuanya).
Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Ustadz andalan kaum takfiri yaitu Aman Abdurrahman (silahkan lihat http://www.arrahmah.com/
read/2007/11/29/1317-status-pegawai-negeri-
pemerintahan-thaghut.html)
Karena negara Indonesia negara kafir dan musyrik, demikian juga kepala negaranya yang berhukum dengan
hukum kafir, maka yang bekerja sebagai pegawai negara tersebut juga terancam kafir.
Perinciannya sebagai berikut;
- Seluruh kepala negara (baik presiden, Amir,
maupun Raja) adalah kafir bahkan thaghut (gembong dan penyebab kekufuran berantai).
Aman Abdurrahman
berkata ((Penguasa zhalim yang merubah aturan-aturan (hukum) Allah, thaghut semacam ini adalah banyak
sekali dan sudah bersifat lembaga resmi pemerintahan
negara-negara pada umumnya di zaman sekarang ini.
Contohnya tidaklah jauh seperti parlemen, lembaga inilah yang memegang kedaulatan dan wewenang
pembuatan hukum/undang-undang.
Lembaga ini akan
membuat hukum atau tidak, dan baik hukum yang digulirkan itu seperti hukum Islam atau menyelisihinya
maka tetap saja lembaga berikut anggota-anggotanya ini
adalah thaghut, meskipun sebahagiannya mengaku memperjuangkan syari’at Islam.
Begitu juga Presiden/
Raja/Emir atau para bawahannya yang suka membuat SK atau TAP yang menyelisihi aturan Allah, mereka itu adalah thaghut)), silahkan baca (http://millahibrahim.wordpress.com/seri-materi-tauhid/seri-4-
siapakah-thaghut/)
- Seluruh anggota DPR dan MPR kafir, karena
membuat hukum selain hukum Allah
- Seluruh jaksa dan hakim adalah kafir, dan seluruh yang bekerja di departemen kehakiman dan pengadilan
konsekuensinya juga kafir
- Seluruh anggota polisi kafir, karena ikut membela negara yang berhukum dengan hukum Allah
- Seluruh anggota ABRI, baik angkatan udara,
angkatan laut, maupun angkata darat, semuanya kafir
karena ikut membela negara kafir Indonesia yang berhukum dengan selain hukum Allah.
Aman Abdurrahman berkata ((seperti anggota MPR/DPR,
baik dia disumpah ataupun tidak maka dia tetap kafir, juga hakim, jaksa, tentara, polisi, baik mereka ada
sumpah ataupun tidak, mereka tetap orang kafir))
Setelah itu rantai pengkafiran berlanjut :
- Mengkafirkan semua yang membantu
terlaksananya sidang-sidang DPR/MPR.
Aman Abdurrahman berkata ((Atau orang bekerja di sekretariat
gedung DPR/MPR, dimana dia yang mengatur program-
program atau berbagai acara rapat atau sidang
mejelisthaghut ini)).
Ini melazimkan pengkafiran yang ngawur membabi buta,
sehingga semua orang yang kerjaannya ada hubungan dengan kegiatan DPR/MPR maka dihukum kafir !!.
Termasuk para pedagang yang menyediakan makanan
dalam sidang-sidang tersebut.., para tukang sapu yang membersihkan ruangan sidang tersebut…, pokoknya semua yang iktut nimbrung membantu jalannya
persidangan DPR/MPR maka divonis kafir
- Semua pegawai negeri yang tatkala menjadi
pegawai negeri disumpah maka dia telah kafir.
Aman Abdurrahman berkata ((apapun bentuk dinasnya selama ada sumpah untuk loyal kepada hukum thaghut maka dia kafir)) (lihat http://millahibrahim.wordpress.com/2007/11/02/status-bekerja-di-dinas-pemerintahan-thaghut/).
Ini merupakan bentuk pengkafiran pegawai negeri secara menyeluruh, karena rata-rata pegawai negeri terkena sumpah
- Sekedar menyanyikan lagu garuda pancasila
meskipun meyakini kebatilan dan kesyirikan pancasila sudah cukup untuk menjadikan penyanyi tersebut
otomatis kafir.
Aman Abdurrahman berkata ((Pancasila
adalah falsafah syirik, maka orang-orang yang ‘sekedar’ ikut menyanyikan lagu Garuda Pancasila adalah telah keluar dari Islam, baik karena alasan basa-basi atau
karena takut (kecuali dipaksa), meskipun dia itu benci dengan Pancasila dan para pendukungnya serta cinta kepada Tauhid dan kaum muwahhidin, karena dia mengikuti orang-orang musyrik dalam kemusyrikannya))
(lihat http:/millahibrahim.wordpress.com/seri-materi-tauhid/seri-8-hukum-berloyalitas-kepada-musyrikin/)
- Pejabat yang mengatakan "kami hanya menjalankan tugas/prosedur atasan" maka telah kafir.
Aman Abdurrahman berkata ((Bila saja orang yang mengikuti apa yang membuat murka Allah telah divonis
murtad oleh-Nya, maka apa gerangan dengan banyaknya orang yang berposisi sebagai bawahan mengatakan
kepada masyarakat “Kami hanya menjalankan tugas”
setelah sang pejabat atasan membuat undang-undang
kafir kemudian si bawahan itu melaksanakannya))
- Hanya sekedar anak-anak mengikuti pelajaran PMP atau PPKN maka otomatis menjadi kafir.
Aman Abdurrahman berkata,
((Bila orang yang taat dalam sebagian kekafiran Allah SubhanahuWaTa’ala
memvonisnya sebagai orang murtad, maka apa gerangan dengan:…Anak-anak sekolah mengikuti pelajaran falsafah syirik dengan alasan mengikuti proses pembelajaran dan
berkata: “Karena jika tidak (ikut), maka kami tidak akan lulus”))
- Anak-anak aja dikafirkan apalagi mahasiswa.
Aman Abdurrahman berkata,
((Seperti saat ujian siswa memuji Pancasila, demokrasi, Undang Undang Dasar 1945, dan lain-lain. Atau kagum dengannya atau bangga dengannya demi mendapatkan nilai ujian, maka dia itu kafir meskipun benci akan hal-hal itu dan para pendukungnya serta cinta kepada Tauhid dan kaum muwahhidin.))
- Seluruh pemilik sekolah resmi yang diakui pemerintah adalah kafir.
Aman Abdurrahman berkata,
((Seperti itu pula orang yang ingin membuat lembaga yang diakui thaghut, sedangkan thaghut mensyaratkan adanya mata pelajaran falsafah syirik (mis. PPKN) lalu mereka menerima syarat itu, maka hukumnya sama saja.))
- Bahkan meskipun berdusta akan menyetujui tetap
saja divonis kafir. Aman Abdurrahman berkata ((Bahkan bila dia berjanji dusta untuk memenuhi syarat itu terhadap thaghut, tetap hukumnya sama saja))
Kelima : Yang menyatakan para bombers sebagai teroris
divonis kafir.
Ustadz Abu Bakar Ba'asyir berkata : "Kalau ada umat Islam yang menganggap alqaidah sebagai teroris maka batal syahadatnya"
(lihat http://www.youtube.comwatch?v=ZKQ3vue2T80, lihat juga
http://www.youtube.com/watch?v=ZLDZ-vMevw4).
Semua ini adalah bentuk mengkafirkan dengan
kelaziman. Jika ada orang yang menyatakan mujahid (tukang bom) adalah teroris maka berarti ia telah membantu Amerika dalam menyerang kaum muslimin.
Dan barang siapa yang membantu Amerika untuk menyerang kaum muslimin maka ia telah kafir !!!
Keenam : Warga negara Indonesia (bahkan kaum
muslimin dunia) pada umumnya kafir Ini sangat jelas dari perincian di atas. Jika anak-anak yang ikut belajar filsafah syirik (PMP atau PPKN) dianggap musyrik, maka sesungguhnya hampir seluruh warga negara Indonesia yang pernah berlajar di bangku sekolah telah kafir !!!.
Dan kebanyakan mereka belum bertaubat dari kekafiran mereka.
Demikian juga betapa banyak warga negara Indonesia yang menyatakan praktik bom bali merupakan bentuk praktek teroris??. Apakah mereka semuanya telah batal
syahadatnya??, telah kafir??.
Sungguh hanya segelintir kecil warga negara Indonesia yang mendukung al-Qoidah dan para bombers di Bali??.
Nah sisanya bagaimana??.
Semua telah batal syahadatnya??.
Bahkan bukan Cuma warga negara Indonesia…,
hampir seluruh warga negara Saudi juga tidak setuju dengan pengeboman membabi buta yang dilakukan oleh para teroris dengan slogan jihad. Apakah mereka juga kafir??.
Nah para imam masjid al-Haram dan Al-Masjid Nabawi juga kafir dan murtad??
Kesimpulan : Sepertinya –mohon maaf wahai para saudaraku yang kami cintai, yang hobi mengkafirkan-memang sepertinya sangat pantas dan cocok jika kalian disebut "Takfiri" (Tukang mengkafirkan). Dan saya rasa kalian –wahai saudara saudaraku- tidak menolak gelaran ini, karena memang kalian wahai saudara -saudaraku meyakininya bahkan menggembar-gemborkannya…bahkan membanggakannya !!!
Sumber: firanda.com Oleh Al-Ustadz Firanda Andirja Lc,. MA. Hafizohullahu ta'ala.
Senin, 21 Juli 2014
"Ikhwan Kok Betah"
Ikhwan Kok Betah Lama Bicara Sama Akhwat??
Lebih aneh lagi kalau ternyata si ikhwan sudah beristri dan si akhwat sudah bersuami..??,
Terlebih aneh lagi bila terdengar tawa dan kelembutan bahkan kemesraan??
Hingga setengah jam berbincang-bincang?,
bahkan satu jam lebih bercengkrama? (bahkan
meskipun hanya melalui telepon)?
Fitnah lelaki dan wanita tidak pandang bulu, menyerang siapa saja, ikhwan ataupun akhwat, orang awam maupun ustadz dan ustadzah??
Janganlah berdalil dengan "rapat untuk pengajian…?", atau "lagi konsultasi keluarga…",
apalagi "curhat?",,, Semuanya boleh-boleh saja, akan tetapi tidak
harus lama dan "mesra"…!!!,
kalau memang harus lama maka hendaknya ditemani oleh mahrom !!!
Allah berfirman :
ﻳَﺎ ﻧِﺴَﺎﺀَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻟَﺴْﺘُﻦَّ ﻛَﺄَﺣَﺪٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﺇِﻥِ ﺍﺗَّﻘَﻴْﺘُﻦَّ ﻓَﻼ ﺗَﺨْﻀَﻌْﻦَ ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِ ﻓَﻴَﻄْﻤَﻊَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻓِﻲ ﻗَﻠْﺒِﻪِ ﻣَﺮَﺽٌ ﻭَﻗُﻠْﻦَ ﻗَﻮْﻻ ﻣَﻌْﺮُﻭﻓًﺎ
"Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa.
Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinyadan ucapkanlah Perkataan yang baik" Berkata As-Suddy dan yang lainnya:
ﺗﺮﻗﻴﻖ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺇﺫﺍ ﺧﺎﻃﺒﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ
"Melembutkan perkataan jika mereka (para wanita) berbicara dengan para lelaki"
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata :
ﺃﻧﻬﺎ ﺗﺨﺎﻃﺐ ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ ﺑﻜﻼﻡ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺗﺮﺧﻴﻢ، ﺃﻱ : ﻻ ﺗﺨﺎﻃﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻷﺟﺎﻧﺐ ﻛﻤﺎ ﺗﺨﺎﻃﺐ ﺯﻭﺟﻬﺎ
Yaitu sang wanita hendaknya berbicara dengan lelaki ajnabi (bukan mahromnya) dengan perkataan tanpa suara merdu", yaitu "seorang wanita tidak berbicara dengan para lelaki ajnabi (yang bukan mahromnya) sebagaimana berbicara dengan suaminya" (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Ahzaab ayat 32)
Kalau perintah ini berlaku untuk para istri nabi yang imannya tinggi untuk tidak berbicara dengan lembut (merdu) kepada para sahabat yang imannya tinggi, maka bagaimana lagi dengan kelas ikhwan zaman sekarang?,
atau bahkan USTADZ zaman sekarang??!!
Betahnya lama ngobrol antara ikhwan dan akhwa menunjukan mereka berdua merasakan kelezatan syahwat antara mereka berdua !!!
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1408629802758082&id=100008332270168&refid=17
Jangan Hawatir
JANGAN KHAWATIR DENGAN RIZKI ESOK HARI
Jika anda hari ini merasa aman/tenteram, tubuh anda sehat wal 'afiyat, serta makanan hari ini telah tersedia, maka apakah lagi yang
anda cari…?
Itulah puncak kebahagiaan yang banyak hilang dan dikejar banyak orang…bahkan orang-orang kaya…bahkan orang-orang yang tenar…!!,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺁﻣِﻨًﺎ ﻓِﻲ ﺳِﺮْﺑِﻪِ ﻣُﻌَﺎﻓًﻰ ﻓِﻲ ﺟَﺴَﺪِﻩِ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻗُﻮْﺕُ ﻳَﻮْﻣِﻪِ ، ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺣِﻴْﺰَﺕْ ﻟَﻪُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺑِﺤَﺬَﺍﻓِﻴْﺮِﻩَﺍ
"Barang siapa diantara kalian yang tatkala di pagi hari merasa aman/tenang, tubuhnya sehat, dan ia sudah memiliki makanan untuk hari
tersebut maka seakan-akan dunia seluruhnya telah dikumpulkan untuknya" (HR Al-Bukhari di
Al-Adab Al-Mufrod, dan At-Thirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah
no 2318)
Isilah hari tersebut dengan bersyukur dan banyak beribadah kepada Allah, jangan terlampau khawatir dengan esok hari…!!!
Al-Imam As-Syafi'i rahimahullah berkata:
ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺻْﺒَﺤْﺖُ ﻋِﻨْﺪِﻱ ﻗُﻮْﺕُ ﻳَﻮْﻡٍ ... ﻓَﺨَﻞِّ ﺍﻟْﻬَﻢَّ ﻋَﻨِّﻲ ﻳَﺎ ﺳَﻌِﻴْﺪُ
Jika dipagi hari dan aku telah memiliki makanan untuk hari ini…
Maka hilangkanlah kegelisahan dariku wahai yang berbahagia,
ﻭَﻻَ ﺗَﺨْﻄُﺮْ ﻫُﻤُﻮْﻡُ ﻏَﺪٍ ﺑِﺒَﺎﻟِﻲ ... ﻓَﺈِﻥَّ ﻏَﺪًﺍ ﻟَﻪُ ﺭِﺯْﻕٌ ﺟَﺪِﻳْﺪُ
Dan tidaklah keresahan esok hari terbetik di benakku….
Karena sesungguhnya esok hari ada rizki baru yang lain
ﺃُﺳَﻠِّﻢُ ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻣْﺮﺍً ... ﻓَﺄَﺗْﺮُﻙُ ﻣَﺎ ﺃُﺭِﻳْﺪُ ﻟِﻤَﺎ ﻳُﺮِﻳْﺪُ
Aku pasrah jika Allah menghendaki suatu perkara…
Maka aku biarkan kehendakku menuju kehendakNya
Seorang yang beriman dan beramal sholeh serta berusaha pada hari ini…maka tidak usah khawatir dengan esok hari…pasrahkan urusan kepada kehendak Allah.. Yang gelisah hanyalah orang yang bermaksiat kepada Allah…khawatir akan adzab dan hukuman Allah yang datang sewaktu-waktu.
Sungguh aneh seseorang yang tatkala masih menjadi janin dalam perut ibunya ia telah diberi rizki oleh Allah…tatkala ia masih kecil dan tidak bisa berbuat apa-apa ia tetap di beri rizki oleh Allah…lantas setelah ia dewasa dan mampu
berusaha dan bekerja tiba-tiba ia takut dan khawatir ia tidak akan memperoleh rizki dari Allah ???
[https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1430879753866420&id=100008332270168&refid=17&_ft_&__tn__=%2As]
Gombalan Suami
GOMBALAN SUAMI ?
Hendaknya jika seorang suami mencintai istrinya maka ia ungkapkan kepada istrinya, dan tidak ada salahnya jika sedikit bergombal ria terhadap istrinya (selama tidak berlebihan). Gombalan tersebut ternyata sering menumbuhkan dan mempererat rasa cinta. Dan ternyata sebagian para wanita tetap aja suka -meskipun ia menyadari suaminya sering gombal-.
Sungguh merupakan kebahagiaan yang sangat indah jika seorang lelaki dianugrahi seorang yang sangat sholehah, dan sebaliknya sungguh merupakan penderitaan jika seorang suami diuji dengan istri yang selalu menyakiti dan menyebalkan hati.
Berikut ini gombalan seorang penyair yang menggambarkan kecintaan yang sangat mendalam terhadap istrinya yang sangat sholehah:
زَوْجَتِي أَنْتِ حَبِيْبَتِي أَنْتِ
ZAUJATI (ISTRIKU) ENGKAULAH KEKASIHKU...
أُحِبُّكِ مِثْلَمَا أَنْتِ ...........أُحِبُّكِ كَيْفَمَا كُنْتِ
Istriku…, aku mencintaimu apa adanya dirimu…aku mencintaimu bagaimanapun juga kondisimu
وَمَهْمَا كَانَ مَهْمَا صَارَ ...أَنْتِ حَبِيْبَتِي أَنِت ..
Apapun yang terjadi engkau tetaplah kekasihku
زَوْجَتِي ...أَنْتِ حَبِيْبَتِي أَنْتِ ..
Istriku…, engkaulah kasih dan cintaku
حَلاَلِي أَنْتِ لاَ أَخْشَى عَذُوْلاً هَمُّهُ مَقْتِي....لَقَدْ أَذِنَ الزَّمَانُ لَنَا بِوَصْلٍ غَيْرِ مُنْبَتِّ
Kekasihku aku tidak pernah khawatir dirimu adalah seorang istri yang hobinya hanya memarahiku…
Sungguh zaman telah mengizinkan kita untuk bersatu dengan sambungan yang tidak terputuskan…
سَقَيْتِ الْحُبَّ فِى قَلْبِي بِحُسْنِ الْفَعْلِ وَالسَّمْتِ....يَغِيْبُ السَّعْدُ إِنْ غِبْتِ وَيَصْفُو الْعَيْشُ إِنْ جِئْتِ
Engkau menyiram hatiku dengan indahnya akhlak dan perangaimu…
Sungguh kebahagiaan sirna tatkala engkau pergi dan kehidupan menjadi indah jika engkau datang….
نَهَارِي كَادِحٌ حَتَّى إِذَا مَا عُدْتُ لِلْبَيْتِ...لَقِيْتُكِ فَانْجَلَى عَنِّي ضَنَايَ إِذَا تَبَسَّمْتِ ..
Siang hariku terasa kacau hingga tatkala aku kembali ke rumah..
dan tatkala melihatmu maka dengan senyumanmu sirnalah semua gundah gulana dan kegelisahanku…
أُحِبُّكِ مِثْلَمَا أَنْتِ ...أُحِبُّكِ كَيْفَمَا كُنْتِ
Istriku…, aku mencintaimu apa adanya dirimu…aku mencintaimu bagaimanapun juga kondisimu
تَضِيْقُ بِيَ الْحَيَاةُ إِذَا بِهَا يَوْماً تَبَرَّمْتِ ...فَأَسْعَى جَاهِداً حَتَّى أُحَقِّقَ مَا تَمَنَّيْتِ
Terasa sempit kehidupan ini jika sehari saja engkau gelisah …
Maka aku akan berusaha untuk bisa mewujudkan impianmu
هَنَائِي أَنْتِ فَلْتَهْنِئي بِدِفْءِ الْحُبِّ مَا عِشْتِ ....فَرُوْحَانَا قَدِ ائْتَلَفَا كَمِثْلِ الْأَرْضِ وَالنَّبَتِ
Kebahagiaanku adalah engkau maka berbahagialah engkau dengan hangatnya cintaku selama hidupmu…
Maka sungguh kedua ruh kita telah bersatu sebagaimana bersatunya tanah dan tanaman…
فَيَا أَمَلِي وَيَا سَكَنِي وَيَا أُنْسِي وَمُلْهِمَتِي ....يَطِيْبُ الْعَيْشُ مَهْمَا ضَاقَتِ الْأَيَّامُ إِنْ طِبْتِ
Wahai harapanku…wahai ketenanganku…wahai ketentramanku dan pemberi ilham dalam hidupku…
Kehidupanku menjadi indah meskipun bagaimanapun sulitnya hari-hari jika engkau baik
https://www.facebook.com/firandaandirja/posts/1430345770586485?fref=nf
Ikhlas
Ya Akhi, Saya Ikhlas Kok!
Sobat!siapa yang tidk tahu pentingnya keikhlasan dalam amal ibadah anda. Betapa banyak atau betapa sering kita mendengar bahkan kita mengucapkan: saya ikhlas melakukan hal ini, atau itu, saya ikhlas memberi ini dan itu, atau saya tulus melakukan ini dan itu untuk anda. Dan masih banyak ucapan senada yang terucap dari lisan kita.
Sobat! Pernahkah anda merenungkan makna ucapan " saya ikhlas" atau "saya tulus"?
Terdengarnya menyejukkan dan meyakinkan, namun sejatinya sangat mencurigakan dan meragukan. Andai benar benar tulus dan ikhlas, buat apa ketulusan dan keikhlasan diucapkan dan bahkan diceritakan ke sana dan kemari?
Andai benar benar ikhlas, mengapa ada rasa gembira di saat dipuji dan sebaliknya tersinggung ketika ditolak atau bahkan dimaki?
Sobat! Ketahuilah, sejatinya Orang yang benar benar ikhlas adalah orang yang tidak berubah sikap atau perasaan ketika dipuji atau dimaki. Pujian dan makian sesama manusia bagi orang yang ikhlas tiada bedanya, karena itu mereka lebih suka menyembunyikan amalannya dibanding menampakkannya.
Demikianlah paling kurang gambaran tentang keihlasan yang dapat kita simpulkan dari hadits berikut:
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ "وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Diantara orang yang mendapat jaminan akan dinaungi di bawah Aresy Allah kelak di hari qiyamah ialah : lelaki yang menyedekahkan sebagian hartanya, lalu ia merahasiakan sedekahnya sampai sampai tangan kirinya tiada mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan orang yang berdzikir mengingat Allah di tempat sunyi, lalu kedua air matanya berlinang menangis. ( Muttafaqun 'alaih)
Oleh: Al-Ustadz DR. Muhammad Arifin Baderi MA hagizohullah
Kamis, 29 Mei 2014
Apa Yang Mereka Dapati di Dalam Tas?
Sabtu, 24 Mei 2014
Wasiat Nabi
WASIAT NABI صلى الله عليه و سلم
Imam Al-Bukhori meriwayatkan dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, ia mengatakan: " Taukah kalian hari kamis, pada hari itulah sakit Rasulullah صلى الله عليه و سلم memuncak. Ketika itu Rasullallah صلى الله عليه و سلم bersabda, (( Berikan padaku secarik kertas agar kutuliskan untuk kalian sebuah wasiat yang membuat kalian tidak akan tersesat selama-lamanya)).
Maka mereka saling berdebat -seharusnya tidak layak berdebat di hadapan Nabi- mereka berkata, 'ada apa dengan beliau mengigau (ngelantur) seperti itu? Tanyakan kepada beliau apa yang beliau inginkan).' Mereka pun mendatangi Rasulullah mempertanyakan kembali hal tersebut, maka beliau berkata, 'Tjnggalkan Aku!!! Sebenarnya apa yang kujalankan adalah lebih baik dari apa yang kalian tuntut untuk kulakukan.' Maka beliau mewasiatkan mereka tiga perkara yang sangat besar,
أخرجوا المشركين من جزيرة العرب، و أجيز الوفد بنحو ما كنتم أجيزهم.
" Keluarkan orang-orang Musyrik dari Jazirah Arab, biarkan para utusan datang sebagaimana aku membolehkan mereka dagang!"
Kemudian beliau diam terhadap yang ketiga, atau (kalau tidak salah) Ibnu Abbas رضي الله عنه berkata, 'Atau aku lupa'. [1]
Menurut anggapan orang-orang dungu dari para ahul bid'ah baik dari golongan Syi'ah dan lain-lain, bawa wasiat yang akan dituliskan Rasulullah adalah apa-apa yang mereka tetapkan dalam doktrin golongan mereka masing-masing (seperti Ali yang menjadi kholifah sesudah Nabi wafat, dalam klaim Rofidhoh). Inilah bentuk berpegang teguh yang sebenarnya dengan mutasyabih (samar). Adapun Ahlu sunnah wal jama'ah maka mereka akal selalu berpegang teguh dengan perkara yang muhkam. Dan seharusnya yang mustasyabih dipahami dengan dengan yang muhkam. Inilah metode alim ulama' yang dalam ilmu pengetahuannya (الراسخون في العلم) sebagaimana Allah تعالى memsifati mereka dalam firmanNya,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Dan Dialah yang menurunkan Al-Qur'an kepadamu (Muhammad). Dianraranya ada ayat-ayat yang muhkamat (jelas), itulah pokok-pokok Al-Qur'an dan yang lainnya Mutasyabihat (samar). Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan, mereka mengikuti yang samar untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui talwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan, :" Kami beriman kepadanya (Al-Qur'an), semuanya dari sisi Tuhan kami." Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal."
[Surat Aal-E-Imran : 7]
Bersandar dengan perkara yang mutasyabih banyak membuat orang-orang yang mengikuti kesesatan tergelincir. Adapun Ahlu Sunnah tidak memiliki madzhab kecuali mengikuti haq dan akan setia berjalan diatasnya.
Mengenai apa yang ingin dituliskan (didektekan-red) Rasulullah صلى الله عليه وسلم sesungguhnya telah mengungkapkan secara gamblang dalam riwatat-riwayat yang sohih. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: telah berkata kepada kami Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah رضي الله عنها وأرضاها، " Ketika penyakit Rasulullah semakin parah dimana beliau wafat, beliau berkata ' Panggilkan segera Abu Bakr dan anak-anaknya agar tidak ada lagi yang berhasrat ingin mengambil posoisi Abu Bakr dan tidak ada lagi yang berandai-andai untuk mendapatkannya,' kemudian beliau bersabda: ' Sesungguhnya Allah dan kaum muslimin enggan (kecuali Abu Bakr).' Dan beliau mengulangi perkataannya dua kali. Aisyah berkata, 'Allah dan kaum muslimin enggan menerima ( kecuali bapakku, maka benar bapakku yang terpilih)'." [2]
Imam Bukhori meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah mengatakan, "Aku ingin menyuruh Orang agar menjemput Abu Bakr dan putranya, lalu aku tetapkan yang memimpin (setelahku) hingga tidak adalagi yang mengatakan bahwa dirinya lebih behak atau ada yang masih berleinginan mendapatkannya." Kemudian Rasulullah bersabda, "Allah enggan ataupun kaum muslimin menolak, atau Allah akan menolak dan kaum muslimin akan enggan (kecuali Abu Bakar). [3]
Dalam sohih bukhori dan muslim, dari hadits Ibrohim bin Sa'ad dari Ayahnya, dari Muhammad bin Jubair dari Muth'im, dari ayahnya, dia berkata, "Pernah seorang perempuan datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم maka beliau menyuruhnya agar kembali dilain waktu. Kemudian perempuan itu bertanya, ' Bagaimana kalau aku dagang, namun aku tidak mendapatimu?' -maksudnya beliau wafat-, maka Rasulullah menjawab, ' Jika engkau tidak menjumpai aku lagi, maka danglah kepada Abu Bakar'. [4]
Secara zahir -wallahu a'lam- bahwa kedatangan wanita tersebut tepatnya ketika Rasulullah sakit keras dimana kemudian beliau wafat.
(Lihat Tartib Wa Tahdzib Kitab Al-Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Dar Al-Wathan, Riyadh KSA cetakan ke-1 dalam bab Perintah Rasulullah kepada Abu Bakar untuk mengimami sholat 'Subhat dan Bantahannya']
Wallahu a'lam
_____________
[1] Shahih Bukhori, kitab al-Maghazi, bab Maradh Rasulilla wa wafatuhu, 8/132 (fathul bari).
[2] Yang tercetak dalam kurung tidak terdapat dala kigab aslinya, 5/28 dikutip dari Musnad Ahmad, 6/106 dan diriwayatkan juga lewat jalur lain, 6/47.
[3] Shohih Bukhori, Kitab al-Ahkam, bab al-istikhlaf 13/305 (fathul bari) dan dalam shohoh Muslim dari hadits az-Zuhri dari urwah dari Aisyah seperti itu maknanya no. 2387.
[4] Shohih al-Bukhori, kitab al-fadho'il, fadhluhu Abi Bakr 7/7 (fathul bari) dan shohih Muslim, kitab al-Fadho'il, no 2386.
Sabtu, 17 Mei 2014
Bapak Yahudi
BAPAK SYIAH ADALAH YAHUDI
Ensiklopedi Yahudi mengakui bahwa : BAPAK SY'IAH adalah seorang YAHUDI asal YAMAN bernama "Abdullah Ibn Saba".
Semoga Allah menghukumnya berikut para pengikut Syi'ah yang hidup di antara kita hari ini.
Aamiin.
Sumber: http://www.jewishencyclopedia.com/articles/189-abdallah-ibn-saba
Syria care - Indonesia : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=405755312865856&set=a.337257156382339.78813.336789156429139&type=1
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=4933913108134&set=a.1653325175486.2085068.1307751853&type=1
Lihat : Daftar Tokoh Yahudi Asia
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_tokoh_Yahudi_Asia
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10201615316287215&set=a.1653325175486.2085068.1307751853&type=1&ref=nf
Penghuni Syurga
10 Sahabat Rosulullah yang Dijamin Surga
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu’anhu
2. ‘Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu
3. ‘Ustman bin Affan Radhiallahu’anhu
4. ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu
5. Thalhah bin Abdullah Radhiallahu’anhu
6. Zubeir bin Awwam Radhiallahu’anhu
7. ‘Abdurrahman bin ‘Auf Radhiallahu’anhu
8. Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiallahu’anhu
9. Sa’id bin Zaid Radhiallahu’anhu
10. Abu ‘Ubaidah bin Jarrah Radhiallahu’anhu
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Abu Bakar di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsman di
surga, ‘Ali di surga, Thalhah di surga, Az Zubair di surga, Sa’d di surga, Sa’id di surga, Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Abu Ubaidah bin Al Jarrah di surga.” (HR at Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).
Sufi,..?
Sufi, Benarkah Itu Ajaran Nabi?
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi akhir zaman dan da’i yang
menyeru kepada jalan Allah dengan ilmu dan keterangan.
Amma ba’du. Saudara-saudaraku sekalian kaum muslimin -semoga Allah semakin mempererat tali
persaudaraan kita karena-Nya- perjalanan hidup kita di alam dunia merupakan sebuah proses
perjuangan untuk menggapai keridhaan-Nya. Kita hidup bukan untuk berhura-hura atau memuaskan hawa nafsu tanpa kendali agama. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah (hanya) kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat:56)
Saudara-saudaraku sekalian -semoga Allah menumbuhkan kecintaan yang dalam di dalam hati
kita kepada al-Qur’an, as-Sunnah dan para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum- sebagaimana kita sadari bersama bahwa agama Islam adalah ajaran yang sempurna. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang tidak paham dan orang yang menyombongkan dirinya. Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-
Maa’idah: 3)
Saudara-saudaraku sekalian -semoga Allah mencurahkan hidayah dan taufik-Nya kepada kita untuk meniti jalan yang lurus dan tidak berpaling darinya- Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang menentang Rasul setelah petunjuk terang benderang baginya dan dia malah
mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, maka Kami akan membiarkan dia terombang-ambin
g di dalam kesesatan yang dipilihnya, dan Kami akan memasukkan dirinya ke dalam neraka jahannam. Dan sungguh jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’:
115)
Bagi kita ajaran atau Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari kehancuran dan mata air
yang akan mengalirkan kesejukan iman. Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu mengisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan Sunnah/ajaranku dan ajaran para khalifah yang
berpetunjuk lagi lurus sesudahku, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi
geraham serta jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam agama), sebab setiap yang
diada-adakan itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah pasti sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Tirmidzi menilai hadits ini hasan)
Oleh karena itu sudah semestinya kita -sebagai orang yang mengaku beriman- untuk mengembalikan segala bentuk perselisihan kepada
Hakim yang paling bijaksana yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kemudian apabila kalian berselisih dalam suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah (al-
Qur’an) dan rasul (as-Sunnah), hal itu pasti lebih baik bagi kalian dan lebih bagus hasilnya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. An-Nisaa’: 59)
Mujahid dan para ulama salaf yang lainnya menafsirkan perintah kembali kepada Allah dan rasul yang terdapat dalam ayat ini dengan mengatakan yaitu kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
“Ini merupakan perintah dari Allah ‘azza wa jalla yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang
diperselisihkan orang -dalam hal pokok agama maupun cabang-cabangnya- maka perselisihan itu
harus diselesaikan dengan merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apa saja perkara yang kalian perselisihkan maka keputusannya dikembalikan kepada Allah.” (QS.
Asy-Syura: 10). Maka apa pun yang telah diputuskan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah serta didukung oleh dalil yang benar dari keduanya itulah
kebenaran, “dan tiada lagi sesudah kebenaran melainkan kesesatan.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, jilid 2 hal. 250).
Di hadapan kita terdapat persoalan yang telah membuat lisan sebagian orang melontarkan tuduhan-tuduhan yang tak pantas kepada Ahlus Sunnah dan dakwahnya, bahkan saking getolnya memuja keyakinan sufi yang dianggapnya benar maka dia pun tidak segan melontarkan ucapan-ucapan aneh yang menunjukkan kerancuan aqidah yang tertancap di dalam dadanya.
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata, “Kita berasal dari Allah. Menyembah hanya untuk Allah, Hidup dan mati di dalam Allah. Karena kita bagian dari Allah.”
Orang tersebut -semoga
Allah menunjukinya- berkata, “Allah ada di mana-mana. Tapi bukan berarti ada di mana-mana. Seluruh dunia ini terjadi [karena] Campur tangan Allah. Karena Allah tidak tidur. Di dalam diri kita ada Tuhan, manusia sendiri yang membuat HIJAB ( batasan) kepada Allah.”
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata, “Akan tetapi Dzat Tuhan dapat dijumpai dan menyatu dalam diri manusia. Karena sebegitu dekatnya…”
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya- berkata,
“Seluruh Imam Madzhab pada Akhirnya kembali kepada Sufi.
Kecuali Wahabi…” ?!
Baiklah, memang pahit di lidah dan panas di telinga, namun terpaksa kalimat-kalimat ini kami sebutkan di sini demi menerangkan kebenaran dan membantah kebatilan, semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk bersatu di atas kebenaran,
Allahul musta’aan.
Sebagai jalan untuk memecahkan persoalan ini maka akan saya kutip ucapan indah dari orang yang sama yang telah mengucapkan kalimat-
kalimat di atas. Orang tersebut -semoga Allah menambahkan hidayah kepada-Nya- mengatakan
dengan jujur dan tulus, “Maka sebaiknya kita tanya dulu kepada Orang yang lebih tahu daripada Kita,
Karena di atas langit masih ada langit.” Alangkah bagus ucapannya sebab bersesuaian dengan
sebuah firman Allah yang mulia (yang artinya), “Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian
tidak mengetahui suatu perkara, dengan dasar keterangan dan kitab-kitab…” (QS.An-Nahl:43-44).
Tentu saja tempat kita bertanya adalah para ulama yang mengikuti pemahaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Insya Allah ucapan dan keterangan mereka akan kami sebutkan untuk menenangkan hati dan pikiran
kita.
Sebelum lebih jauh menanggapi hal ini, dengan memohon taufik dari-Nya maka kami perlu kemukakan beberapa hal di sini agar duduk
perkaranya menjadi jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman.
Saudaraku sekalian -semoga Allah mengokohkan kita di atas kebenaran, bukan di atas kebatilan-
ajaran Sufi yang populer dan kata orang mengajarkan penyucian jiwa, pendekatan diri kepada Allah serta membuang jauh-jauh ketergantungan hati kepada dunia serta mengikatkan hati manusia hanya kepada Allah, kita
telah akrab dengan istilah ini.
Meskipun demikian, sebagai muslim yang baik tentunya kita tidak akan
berbicara dan bersikap kecuali dengan landasan dalil dari Allah ta’ala. Allah berfirman (yang
artinya), “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang
kamu tidak memiliki ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
itu semua pasti dimintai pertanggung jawabannya.” (QS. Al-Israa’: 36)
Saudaraku sekalian, sesungguhnya perkara penyucian jiwa, melembutkan hati dan pendekatan
diri kepada Allah serta melepaskan ketergantungan hati kepada dunia dan mengikatkan hati manusia
kepada Rabbnya merupakan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa kita ragukan
barang sedikit pun. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah mengaruniakan
nikmat bagi orang-orang yang beriman ketika mengutus rasul dari kalangan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Al-Kitab dan Al Hikmah (As-Sunnah) padahal sebelumnya mereka dulu berada di dalam
kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164). Maka tugas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
membacakan dan menerangkan ayat-ayat Allah, menyucikan jiwa manusia dari berbagai kotoran
dosa dan kesyirikan, dan mengajarkan Al-Kitab dan
As-Sunnah kepada mereka.
Oleh karena, itulah apabila kita membuka kitab-kitab hadits akan kita jumpai di sana sebuah bab
khusus yang menyebutkan riwayat-riwayat hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mengajarkan penyucian jiwa dan melembutkan hati.
Contohnya di dalam Sahih Bukhari, Al-Bukhari rahimahullah menulis Kitab Ar-Riqaaq (hal-hal yang dapat melembutkan hati), di sana beliau
membawakan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkait dengan hal ini sebanyak
seratus hadits lebih, yaitu hadits no. 6412-6593 (lihat Sahih Bukhari cet. Maktabah Al-Iman, halaman. 1306-1332).
Demikian juga murid Al-Bukhari yaitu Muslim rahimahullah membuat Kitab Ar-Riqaaq, Kitab At-
Taubah, Kitab Shifatul Munafiqin wa ahkamuhum, Kitab Shifatul qiyamah wal jannah wan naar, dan
lain sebagainya hingga Kitab Az-Zuhd wa raqaa’iq yang mencantumkan dua ratus hadits lebih tentang penyucian jiwa dan hal-hal yang terkait dengannya
di dalam Sahihnya (lihat Sahih Muslim yang dicetak bersama Syarah Nawawi, hal. 5-259).
Demikian pula di antara para ulama ada yang menyusun kitab khusus tentangnya seperti Adz-Dzahabi yang menulis kitab Al-Kaba’ir tentang dosa-dosa besar.
An-Nawawi yang menulis
Riyadhush Shalihin yang mencakup berbagai pembahasan tentang penempaan diri dan penyucian jiwa. Shifatu Shafwah dan Al-Latha’if
karya Ibnul Jauzi. Bahkan banyak kitab hadits yang dinamakan dengan kitab Az-Zuhd, seperti Az-Zuhd karya Abu Hatim Ar-Razi, Az-Zuhd karya Abu Dawud, Az-Zuhd karya Imam Ahmad bin Hanbal,
dan lain-lain, semoga Allah merahmati mereka semua.
Bukankah dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian riwayat-riwayat hadits sahih serta penjelasan ulama yang ada di dalam kitab-kitab tersebut kita dapat mempelajari bagaimanakah menyucikan jiwa, bagaimana
mendekatkan diri kepada Allah dan bagaimana melepaskan ketergantungan hati kepada selain-
Nya…
Inilah pelajaran-pelajaran akhlak dan penyucian jiwa yang disampaikan oleh para ulama kepada kita. Sehingga kalau yang dimaksud sufi adalah itu semua (penyucian jiwa dsb) maka akan kita
katakan bahwa itulah yang diajarkan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah alias manhaj salaf kepada
umat manusia.
Oleh sebab itu Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata mengenai salah satu sifat Ahlus Sunnah, “Mereka memerintahkan
untuk sabar ketika tertimpa musibah, bersyukur ketika lapang, serta merasa ridha dengan
ketetapan takdir yang terasa pahit.
Mereka juga menyeru kepada kemuliaan akhlak dan amal-amal
yang baik, mereka meyakini makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Orang beriman yang
paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.’…” (Aqidah Wasithiyah, hal. 87).
Kalau ajaran menyucikan diri dan menggantungkan hati hanya kepada Allah -sebagaimana yang
diajarkan oleh Nabi dan para sahabat- disebut sufi maka saksikanlah bahwa saya adalah seorang sufi!
Namun, ketahuilah saudaraku -semoga Allah merahmatimu- kalau kita cermati lebih jauh ajaran
sufi atau tasawuf dan berbagai macam tarekat yang dinisbatkan ke dalamnya beserta tetek bengek
ajaran dan lontaran-lontaran aneh yang mereka angkat, niscaya akan teranglah bagi kita bahwa sebenarnya ajaran Sufi yang berkembang hingga hari ini -di dunia secara umum ataupun dinegeri
kita secara khusus- telah banyak menyeleweng dari rambu-rambu Al-Kitab dan As-Sunnah.
Sebagaimana pernah disinggung oleh Buya HAMKA rahimahullah di dalam pidatonya dalam acara
penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar di Mesir pada tanggal 21
Januari 1958 -lima puluh tahun yang silam-, beliau mengatakan, “Daripada gambaran yang saya
kemukakan selayang pandang itu, dapatlah kita memahamkan bagaimana sangat perlunya
pembersihan aqidah daripada syirik dan bid’ah dan ajaran tasawuf yang salah, yang telah menimpa
negeri kami sejak beberapa zaman, dan perlunya kepada kemerdekaan pikiran dan memperbaharui
paham tentang ajaran Islam sejati.” (Sejarah Perkembangan Pemurnian Ajaran Islam di Indonesia, penerbit Tintamas Djakarta, hal. 6-7). Inilah ucapan yang adil dan bijak dari orang besar seperti beliau.
Berikut ini akan kami kutip
penjelasan yang diberikan oleh Bapak Hartono Ahmad Jaiz -semoga Allah membalas
kebaikannya- yang telah memaparkan mengenai sejarah ajaran sufi ini di dalam bukunya ‘Tasawuf Belitan Iblis’. Beliau mengatakan: “Abdur Rahman
Abdul Khaliq, dalam bukunya Al-Fikrus Shufi fi Dhauil Kitab was Sunnah menegaskan, tidak
diketahui secara tepat siapa yang pertama kali menjadi sufi di kalangan ummat Islam.
Imam Syafi’i ketika memasuki kota Mesir mengatakan,
“Kami tinggalkan kota Baghdad sementara di sana kaum zindiq (aliran yang menyeleweng, aliran yang tidak percaya kepada Tuhan, berasal dari Persia, orang yang menyelundup ke dalam Islam, berpura- pura –menurut Leksikon Islam, 2, hal 778) telah mengadakan sesuatu yang baru yang mereka namakan assama’ (nyanyian).
Kaum zindiq yang dimaksud Imam Syafi’i adalah orang-orang sufi. Dan assama’ yang dimaksudkan
adalah nyanyian-nyanyian yang mereka dendangkan. Sebagaimana dimaklumi, Imam Syafi’i masuk Mesir tahun 199H. Perkataan Imam Syafi’i ini mengisyaratkan bahwa masalah nyanyian merupakan masalah baru. Sedangkan kaum zindiq tampaknya sudah dikenal sebelum itu. Alasannya,
Imam Syafi’i sering berbicara tentang mereka, di antaranya beliau mengatakan: “Seandainya
seseorang menjadi sufi pada pagi hari, maka siang sebelum zhuhur ia menjadi orang yang dungu.”
Dia (Imam Syafi’i) juga pernah berkata: “Tidaklah seseorang menekuni tasawuf selama 40 hari, lalu akalnya (masih bisa) kembali normal selamanya.” (Lihat Talbis Iblis, hal 371).
Sekian nukilan kami dari Tasawuf Belitan Iblis.
Pembaca sekalian, dari keterangan di atas kita mengetahui bahwa Imam Syafi’i rahimahullah
sendiri termasuk ulama yang mengecam kaum sufi dan ajaran tasawufnya yang menyimpang. Agar
tidak terlalu berpanjang-lebar, maka baiklah untuk membuktikan penyimpangan mereka akan kita akan kutip kembali pendapat dan keyakinan mereka beserta komentar atas kerancuan yang ada di
dalamnya, Allahlah pemberi petunjuk dan pertolongan kepada kita.
Pertama:
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya-berkata, “Kita berasal dari Allah. Menyembah hanya
untuk Allah, Hidup dan mati di dalam Allah. Karena kita bagian dari Allah.”
Tanggapan:
Yang menjadi masalah di sini adalah ucapannya “(kita) Hidup dan mati di dalam Allah. Karena kita
bagian dari Allah.” Apakah maksud dari ucapan ini?
Apakah artinya manusia adalah bagian dari Allah sebagaimana makna yang bisa secara langsung ditangkap dari ucapannya ataukah yang lainnya? Kalau yang dimaksud adalah yang pertama, maka sangat jelas kebatilannya. Allah
bukan hamba dan hamba bukan Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia adalah ciptaan Allah, alias hamba dan bukan tuhan atau
bagian dari tuhan!
Kalau ada orang yang meyakini demikian -dirinya adalah Allah- maka dia telah kafir.
Lantas kalau yang dimaksud adalah makna yang lain, kita akan bertanya apa maknanya? Kalau pun maksud yang mereka inginkan benar, maka kita katakan bahwa ucapan-ucapan semacam ini adalah ucapan yang
tidak pada tempatnya bahkan bid’ah!
Adakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan demikian? Adakah para sahabat,
imam yang empat mengajarkan demikian? Bacalah kitab-kitab tafsir dan hadits… Wajarlah apabila
Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan,
“Seandainya seseorang menjadi sufi pada pagi hari, maka siang sebelumz dhuhur ia menjadi orang yang dungu.” Cobalah kaum sufi itu berguru kepada Imam Syafi’i. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Aku beriman kepada Allah serta apa yang datang dari Allah sebagaimana yang diinginkan oleh Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah serta apa yang disampaikan oleh Rasulullah sebagaimana yang
diinginkan oleh Rasulullah.” (lihat Lum’at AlI’tiqad).
Apakah Allah atau Rasul-Nya mengajarkan kepada kita bahwa kita adalah bagian dari-Nya?
Kita hidup dan mati di dalam diri-Nya?
Allah Maha suci dari ucapan mereka.
Kedua:
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya-berkata, “Allah ada di mana-mana. Tapi bukan berarti ada di mana-mana. Seluruh dunia ini terjadi [karena] Campur tangan Allah. Karena Allah tidak tidur. Di dalam diri kita ada Tuhan, manusia sendiri yang membuat HIJAB ( batasan) kepada Allah.”
Tanggapan:
Aneh bin ajaib!
Menurutnya Allah di mana-mana
tapi tidak ada di mana-mana. Di dalam diri kita - katanya- ada Tuhan… [?]
Maha suci Allah… Ucapan
semacam inilah yang membuat orang semakin bertambah dungu -sebagaimana disinggung oleh
Imam Syafi’i di atas-, adakah orang berakal yang mengucapkan perkataan seperti ini, “Allah ada di
mana-mana tapi tidak ada di mana-mana” Allahu akbar!
Apakah ada anak kecil yang mengatakan,
“Saya laki-laki tapi bukan laki-laki” [?]
Padahal Allah ta’ala sendiri berfirman tentang diri-Nya (yang artinya), “Ar-Rahman menetap tinggi di atas Arsy.” (QS. Thaha: 5).
Bagaimanakah kita
memahami ayat ini?
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Jalan yang selamat dalam hal ini adalah jalan ulama salaf yaitu memberlakukannya sebagaimana adanya di dalam Al-Kitab dan As-
Sunnah tanpa membagaimanakan, tanpa menyelewengkan, tanpa menolak, dan tanpa menyerupakan.” (Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, jilid 5
hal. 202).
Apakah ayat ini menunjukkan bahwa Allah membutuhkan Arsy sebagaimana sangkaan sebagian orang? Sama sekali tidak. Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah di dalam kitab Aqidah Thahawiyahnya, yang menjadi rujukan ulama dari keempat madzhab mengatakan, “Dan Dia (Allah) tidak membutuhkan Arsy dan apa pun yang berada di bawahnya, Allah meliputi segala sesuatu dan Dia berada di atasnya…” (dinukil dari Syarah Ibnu Abil ‘Izz dengan tahqiq Al-Albani, hal. 280)
Dikisahkan bahwa Abu Hanifah rahimahullah pernah ditanya mengenai orang yang mengatakan,
“Aku tidak mengetahui apakah Rabbku di atas langit atau di bumi.”
Maka beliau menjawab bahwa
orang yang mengucapkan itu telah kafir, sebab Allah telah berfirman (yang artinya), “Ar-Rahman
menetap tinggi di atas Arsy.” (QS. Thaha: 5).
Sedangkan Arsy-Nya berada di atas tujuh lapis langit-Nya.” Kemudian ditanyakan lagi kepadanya bagaimana kalau dia mengatakan, “Allah berada di atas Arsy, tapi aku tidak tahu apakah Arsy itu di atas langit atau di bumi.” Maka Abu Hanifah berkata, “Dia juga kafir.
Sebab dia telah mengingkari Allah berada di atas langit.
Barangsiapa yang mengingkari Allah berada di atas langit maka dia kafir.” (Syarh Ath-Thahawiyah, hal.
288). (Akan tetapi dalam prakteknya sekarang tentunya kita tidak begitu saja mengatakan kafir
m apabila bertemu orang yang berkata seperti di atas, karena untuk mengafirkan masih ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi -ed)
Ketiga:
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya-berkata, “Akan tetapi Dzat Tuhan dapat dijumpai dan menyatu dalam diri manusia. Karena sebegitu dekatnya…”
Tanggapan:
Subhanallah, tidak henti-hentinya kaum sufi ini berdusta dan mempermainkan kata-kata
semaunya. Apakah Al-Qur’an dan As-Sunnah menyatakan bahwa Dzat Tuhan dapat dijumpai dan
menyatu dalam diri manusia, karena sebegitu dekatnya?
Sekali lagi inilah bukti bahwa orang-
orang sufi telah meninggalkan ilmu dan terpedaya dengan akal mereka yang rusak. Untuk menanggapi
ucapan semacam ini cukuplah kami kutip fakta sejarah yang dibawakan oleh penulis buku Tasawuf Belitan Iblis berikut ini:
“Jika kita meneliti gerakan sufisme sejak awal perkembangannya hingga kemunculan secara
terang-terangan, kita akan mengetahui bahwa seluruh tokoh pemikiran sufi pada abad ketiga dan
keempat Hijriyah berasal dari Parsi (kini namanya Iran, dulu pusat agama Majusi, kemusyrikan yang
menyembah api, kemudian menjadi pusat Agama Syi’ah), tidak ada yang berasal dari Arab.
Sesungguhnya tasawuf mencapai puncaknya, dari segi aqidah dan hukum, pada akhir abad ketiga
Hijriyah, yaitu tatakla Husain bin Manshur Al-Hallaj berani menyatakan keyakinannya di depan
penguasa, yakni dia menyatakan bahwa Allah menyatu dengan dirinya, sehingga para ulama yang
semasa dengannya menyatakan bahwa dia telah kafir dan harus dibunuh. Pada tahun 309H/ 922M
ekskusi (hukuman bunuh) terhadap Husain bin Manshur Al-Hallaj dilaksanakan. Meskipun
demikian, sufisme tetap menyebar di negeri Parsi, bahkan kemudian berkembang di Irak.” (Sekian
nukilan kami) Kalau mereka mengatakan bahwa Allah bisa
menyatu dalam diri mereka, lantas buat apa mereka beribadah, lantas untuk apa mereka menyembah, kalau semua orang mengaku dirinya
adalah Allah maka siapakah yang akan disembah?
Maha suci Allah, ini adalah kedustaan yang sangat besar!
Kemudian, kalau mereka maksudkan dengan ucapan-ucapan itu makna yang lain, maka akan
kita katakan bahwa ucapan ini adalah bid’ah dan tidak dikenal oleh para ulama salaf. Kalau ucapan-
ucapan semacam ini dibiarkan maka syariat Islam akan berantakan.
Ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada orang tua mempelai perempuan,
“Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan.”
Kemudian setelah itu dia akan berkata kepada si mertua “Saya terima nikahnya tapi tidak menerima nikahnya.”
Lah, bagaimana ini?
Sejak kapan orang-orang itu menjadi kehilangan akalnya?
Rumah sakit jiwa lebih layak bagi orang-orang semacam itu daripada masjid.
Keempat:
Orang tersebut -semoga Allah menunjukinya-berkata, “Seluruh Imam Madzhab pada Akhirnya
kembali kepada Sufi. Kecuali Wahabi..”
Tanggapan:
Saudaraku, kalau memang ajaran sufi dengan berbagai macam aliran tarekatnya adalah benar dan para imam madzhab mengikutinya apa alasan kami untuk tidak mengikuti kalian?
Namun yang menjadi masalah adalah ajaran-ajaran sufi telah
jelas terbukti penyimpangannya.
Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan para ulama
yang lain telah memaparkan kepada kita tentang kesesatan ajaran mereka.
Al-Qur’an dan As-Sunnah bagi orang sufi sekedar kata-kata yang
bisa dipermainkan ke sana kemari.
Allah ta’ala mengatakan bahwa Allah itu esa (Qul Huwallahu
Ahad). Sementara orang-orang sufi mengatakan Allah menyatu dalam diri hamba-hambaNya, padahal hamba Allah itu banyak. Allah mengatakan bahwa diri-Nya tinggi berada di atas Arsy-Nya,
sementara orang-orang sufi mengatakan Allah di mana-mana tapi juga tidak di mana-mana.
Allahul musta’an, kalau memang boleh mengatakan demikian maka kita juga akan mengatakan “Semua
Imam Madzhab pada akhirnya kembali kepada Wahabi. Kecuali sufi.” Allahu yahdik.
Saudaraku, kami tidak bermaksud untuk mencaci maki siapa pun, kami hanya ingin saudara kami kembali ke jalan yang benar, itu saja. Syaikh Ihsan Ilahi Zahir -rahimahullah- dalam kitabnya: Tashawwuf Al-Mansya’ Walmashdar (Tasawuf,
Asal Muasal dan Sumber-Sumbernya) [halaman 28]
berkata: “Jika kita amati ajaran-ajaran tasawuf dari generasi pertama hingga akhir serta
ungkapan-ungkapan yang bersumber dari mereka dan yang terdapat dalam kitab-kitab tasawuf yang dulu hingga kini, maka akan kita dapatkan bahwa di sana terdapat perbedaan yang sangat jauh antara tasawuf dengan ajaran-ajaran al-Quran dan as-Sunnah, begitu juga kita tidak akan
mendapatkan landasan dan dasarnya dalam sirah
(sejarah) Rasulullah serta para sahabatnya yang mulia yang merupakan makhluk-makhluk pilihan Allah.
Bahkan sebaliknya kita dapatkan bahwa tasawuf diadopsi dari ajaran kependetaan kristen, kerahiban Hindu, ritual Yahudi dan kezuhudan
Buda” (sebagaimana dikutip oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan hafizhahullah -salah seorang ulama
besar Saudi Arabia- dalam bukunya Hakikat Tasawuf [terjemah], hal. 20)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Orang yang meniti jalan kefakiran, tasawuf, zuhud dan ibadah; apabila dia tidak
berjalan dengan bekal ilmu yang sesuai dengan syariat maka akibat tanpa bimbingan ilmu itulah
yang membuatnya tersesat di jalan, dan dia akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.
Sedangkan orang yang meniti jalan fikih, ilmu, pengkajian dan kalam; apabila dia tidak mengikuti
aturan syariat dan tidak beramal dengan ilmunya, maka akibatnya akan menjerumuskan dia menjadi
orang yang fajir (berdosa) dan tersesat di jalan.
Inilah prinsip yang wajib dipegang oleh setiap muslim. Adapun sikap fanatik untuk membela suatu urusan apa saja tanpa landasan petunjuk dari Allah maka hal itu termasuk perbuatan kaum
jahiliyah.” (Majmu’ Fatawa, juz 2 hal. 444. Asy-Syamilah)
Sebelum menutup tulisan ini, perlu kiranya kita ingat bersama dampak yang timbul akibat merebaknya ajaran sufi ini di masyarakat -
khususnya di negeri kita ini- sebagaimana yang pernah kami saksikan sendiri bahkan kami dahulu termasuk di antara mereka -dengan taufik dari Allahlah kami meninggalkannya dan menemukan
manhaj salaf yang mulia ini-, perhatikanlah dengan mata yang jernih dan pikiran yang tenang…
bukankah tersebarnya pemujaan kubur-kubur wali dan orang-orang salih -yang notabene adalah syirik dan bid’ah- di negeri ini timbul karena dakwah dan ajaran sufi?
Cermatilah wahai saudaraku yang cerdas… betapa ramainya kubur
para wali dikunjungi dan dijadikan tempat untuk mencari berkah, berdoa, beristighotsah dan
bertawassul dengan orang-orang yang sudah mati.
Dimanakah gerangan itu terjadi?,
Apakah di pusat- pusat dakwah salafiyah -yang hakiki- ataukah di
pusat-pusat dakwah salafiyah yang sebenarnya lebih layak untuk disebut sufi?
Padahal, kita semua
mestinya sudah mengerti bahwa dosa kesyirikan adalah dosa yang tidak diampuni. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik itu
bagi orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisaa’: 48)
Sebagaimana pula kebid’ahan bukan semakin menambah pelakunya dekat dengan Allah, namun justru semakin dekat dengan syaitan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim, ini salah satu lafazh Muslim).
Simaklah keterangan Ibnu Hajar
dan An-Nawawi berikut ini… semoga hati kita menjadi semakin mantap mengikuti kebenaran….
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Hadits ini tergolong pokok ajaran Islam dan salah satu
kaidahnya. Makna dari hadits ini adalah; barangsiapa yang mereka-reka sesuatu dalam urusan agama yang tidak didukung dengan dalil di
antara dalil-dalil agama yang ada maka hal itu tidak diakui.” (Fath Al-Bari, 5/341.
Lihat juga keterangan serupa oleh An-Nawawi dalam Syarh Muslim, 6/295). An-Nawawi rahimahullah berkata,
“Di dalamnya terkandung bantahan bagi segala bentuk perkara yang baru (dalam agama), sama saja apakah yang menciptakan itu adalah pelakunya atau ada orang lain yang lebih dulu membuatnya.” (Syarh Muslim, 6/295). Itulah
ucapan yang adil dan bijak dari dua orang ulama besar penganut madzhab Syafi’i…
Sungguh bijak ucapan buya HAMKA rahimahullah yang mengatakan, “Daripada gambaran yang saya
kemukakan selayang pandang itu, dapatlah kita memahamkan bagaimana sangat perlunya
pembersihan aqidah dari syirik, bid’ah dan ajaran tasawuf yang salah, yang telah menimpa negeri
kami sejak beberapa zaman, dan perlunya kepada kemerdekaan pikiran dan memperbaharui paham
tentang ajaran Islam sejati.” (Sejarah Perkembangan Pemurnian Ajaran Islam di Indonesia, penerbit Tintamas Djakarta, hal. 6-7.
Buku ini dapat didownload di perpustakaanislam.com).
Semoga Allah berkenan memberikan taufik kepada
saudara-saudara kami yang meninggalkan jalan yang lurus agar mereka kembali menuju jalan yang
lurus itu kembali. Alangkah senangnya hati kami jika saudara-saudara kami mendapatkan hidayah, sebagaimana kami juga meminta kepada-Nya dengan nama-namaNya yang terindah dan sifat-sifatNya yang maha tinggi untuk mewafatkan kita di atas jalan yang lurus itu dalam keadaan Allah
meridhai kita dan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengabulkan doa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
***
Ditulis Oleh: Abu Mushlih Ari Wahyudi dari Artikel www.muslim.or.id