Sabtu, 23 Januari 2016

Antara Musibah dan Ujian

Antara Musibah dan Cobaan

Pertanyaan: Bagaimana Cara Membedakan Mana Ujian dan Mana Ketetapan Allah?
Jazakallahu Khoeron. Lyla (Bekasi)
Jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله... والصلاة والسلام على رسول الله. وبعد
Semua manusia pasti akan menghadapi ujian dari Allah. Ujian juga bermacam-macam, ada yang ringan, ada yang sedang dan ada pula yang berat. Dan bobotnya ujian itu tergantung dengan kadar keimanan seseorang. Secara umum ada dua jenis ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu musibah dan cobaan (ibtila`). Mari kita lihat uraian singkat tentang masalah yang sangat bermanfaat ini, dan semoga yang sedikit ini biasa memberikan pencerahan bagi penulis khususnya dan penanya serta kaum muslimin secara umum.

Pertama: Cobaan (Ibtila’)
Ibtila` dalam bahasaa arab diartikan sebagai ujian atau cobaan.
الٓمٓ ١  أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢
Artinya: Alif laam miimm, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi” (Al-‘Ankabut Ayat: 1-2)
Ada beberapa sebab Allah memberikan ujiaannya kepada manusia:
1.      Sebagai indicator  siapa di antara mereka yang bersyukur atas nikmatnya dan bersabar atas kesulitan yang menimpanya. Dengan ini maka bisa diketahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang paling bagus amalannya. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى ٱلۡأَرۡضِ زِينَةٗ لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ أَيُّهُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗا ٧
7. Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”. Al-Kahfi Ayat: 7)

Allah juga berfirman dalam Surat Muhammad,

وَلَنَبۡلُوَنَّكُمۡ حَتَّىٰ نَعۡلَمَ ٱلۡمُجَٰهِدِينَ مِنكُمۡ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَنَبۡلُوَاْ أَخۡبَارَكُمۡ ٣١

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu”. (Surat Muhammad Ayat: 31)

2.      Menghapus dosa.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

ما يزال البلاء بالمؤمن والمؤمنة في نفسه وولده وماله حتى يلقى الله وما عليه خطيئة))))

“Setiap cobaan yang menimpa seorang mukmin dan mukminah pada diri mereka, anaknya, dan hartanya sampai mereka berjumpa dengan Allah tanpa ada satupun dosa pada diri mereka.”

Kedua: Musibah
Musibah sering diartikan sebagai teguran dan peringatan. Kata ini biasa digunakan dalam kejadian-kejadian yang mengandung unsur-unsur mala petaka, seperti bencana, kecelakaan, kerugian, kehilangan, kematian, dll. Musibah adalah ketentuan Allah ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:
أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٖۗ وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٞ يَقُولُواْ هَٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٞ يَقُولُواْ هَٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَۚ قُلۡ كُلّٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثٗا ٧٨
Artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”. (Surat An-Nisa` Ayat 78)

Sebab Turunnya Musibah
Meskipun musibah itu merupakan ketentuan dari Allah, namun musibah itu terjadi disebabkan karena kesalahan manusia itu sendiri yang berbuat kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah danRasul-Nya.

Allah ta’ala berfirman:
مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَۚ وَأَرۡسَلۡنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولٗاۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدٗا ٧٩
Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (Surat An-Nisa` Ayat:79)

Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ ٣٠
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu”. (Surat Asy-Syuroo Ayat 30)


Begitu juga Firman Allah ta’ala:
فَأَصَابَهُمۡ سَيِّ‍َٔاتُ مَا كَسَبُواْۚ وَٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنۡ هَٰٓؤُلَآءِ سَيُصِيبُهُمۡ سَيِّ‍َٔاتُ مَا كَسَبُواْ وَمَا هُم بِمُعۡجِزِينَ ٥١
Artinya: “Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri”. (Surat Az-Zumar Ayat 51)



Allah ta’ala juga berfirman:
لَّا تَجۡعَلُواْ دُعَآءَ ٱلرَّسُولِ بَيۡنَكُمۡ كَدُعَآءِ بَعۡضِكُم بَعۡضٗاۚ قَدۡ يَعۡلَمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنكُمۡ لِوَاذٗاۚ فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنۡ أَمۡرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمۡ فِتۡنَةٌ أَوۡ يُصِيبَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ ٦٣
Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (Surat An-Nur Ayat 63)
Dan masih banyak lagi firman-firman Allah yang lain yang menjelaskan tentang hal ini.

Tuntunan Ketika Mendapatkan Musibah

Meskipun kita telah mengetahui tentang hal itu, kita tidaklah berpangku tangan dan pasrah begitu saja. Namun, kita dituntut untuk selalu bersabar dan senantiasa bertawakkal dalam menerima ketentuan Allah tersebut. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya:
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar
156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun"
157. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Surat Al-Baqoroh Ayat 155-157)

Yang dituntut adalah ketika kita menerima musibah ataupun ujian adalah menjaga keimanan kita agar senantiasa tetap kokoh dan tidak luntur atau bahkan hilang, sebagaimana yang terjadi dibanyak kalangan ummat islam yang imannya rapuh ketika menerima ujian atau musibah. Simaklah firman Allah ta’ala:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعۡبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرۡفٖۖ فَإِنۡ أَصَابَهُۥ خَيۡرٌ ٱطۡمَأَنَّ بِهِۦۖ وَإِنۡ أَصَابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجۡهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةَۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِينُ ١١
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata”. (Surat Al-Hajj Ayat 11)

Seorang mukmin dalam menerima musibah hendaknya berprasangka baik kepada Allah, yang bias jadi hal itu merupakan disegerakannya hukuman ia atas dosanya didunia sebagai ganti hukuman yang lebih berat diakhirat kelak.
Simaklah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم berikut:
((إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا وإذا أراد الله بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة))

Arinya: “Jika Allah menginginkan kebaikan untuk hamba-Nya maka Dia akan menyegerakan hukuman baginya di dunia. Apabila Allah menginginkan kejelekan untuk hamba-Nya maka Dia akan menunda hukuman akibat dosanya hingga ditunaikan pada hari kiamat.” (HR. Tirmizi)


Perbedaan Antara Musibah Dan Ibtila`

Ada beberapa perbedaan antara ibtila` dan musibah, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Musibah biasanya berupa sesuatu yang tidak disukai dan tidak mengenakkan. Adapun ibtila` itu dapat berbentuk kejelekan dan sesuatu yang tidak disukai, tetapi juga bisa berbentuk sesuatu yang bagus menurut pandangan manusia berupa kenikmatan dan kesenangan.

Berikut beberapa dalil yang menjelaskan hal ini.

Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ ٣٥
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (Surat Al-Anbiyaa Ayat 35)


Allah ta’ala juga Firman:

وَقَطَّعۡنَٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أُمَمٗاۖ مِّنۡهُمُ ٱلصَّٰلِحُونَ وَمِنۡهُمۡ دُونَ ذَٰلِكَۖ وَبَلَوۡنَٰهُم بِٱلۡحَسَنَٰتِ وَٱلسَّيِّ‍َٔاتِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ١٦٨
Artinya: “Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)”. (Surat Al-A’rof Ayat 168)

Allah juga berfirman:

فَأَمَّا ٱلۡإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكۡرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَكۡرَمَنِ ١٥ وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبۡتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيۡهِ رِزۡقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّيٓ أَهَٰنَنِ ١٦
Artinya: “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku"
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". (Surat Al-Fajr Ayat 15-16)


 Terkadang ibtila` juga bisa dikatakan sebagai musibah, terutama bila ibtila` itu berbentuk sesuatu yang tidak disukai oleh tabiat manusia. Sebagaimana di jelaskan dalam firmanNya:

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٥ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ ١٥٧
Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Surat Al-Baqoroh Ayat 155-157)

Begitu pula dengan  kisah Nabi Ibrahim صلى الله عليه وسلم yang diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan memerintahkan beliau untuk menyembelih anaknya. Allah menyebutkan sebagai suatu ujian. Allah berfirman:

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ ١٠٦
Artinya: “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata”. (Surat As-Shoffaat Ayat 106)

2. Musibah biasanya terjadi disebabkan karena kedurhakaan atau kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia terhadap Allah ta’ala. Dalil-dalil yang menunjukkan akan hal ini telah kami terangkan pada bagian awal dari tulisan ini. Adapun ibtila` tidak mesti disebabkan oleh adanya suatu kemaksiatan.

Secara ringkas musibah lebih identik dengan hukuman, baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan ibtila` lebih identik dengan ujian dan cobaan, baik berupa sesuatu yang jelek ataupun berupa suatu kenikmatan.

3. Terkadang ibtila` itu merupakan wujud kecintaan Allah ta’ala kepada hamba-hambaNya yang dicintai-Nya. Berbeda dengan musibah, terkadang ia merupakan perwujudan dari kemarahan dan hukuman dari Allah . Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjelaskan:

((إن عظم الجزاء مع عظم البلاء وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضا ومن سخط فله السخط))

Artinya: Sejatinya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah bila mencintai suatu kaum akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridha (dengan cobaan itu) maka dia akan mendapatkan keridhaan Allah dan barangsiapa yang marah maka dia akan mendapatkan kemarahan Allah.” (HR. Tirmidzi)

Sikap Seorang Mu’min Tatkala Mendapatkan Ujian

Kehidupan didunia ini penuh dengan ujian dan cobaan, baik berupa kesenangan maupun kesusahan, sesuatu yang kita sukai maupun yang kita benci, itu sumua adlah ujian dari Allah. Seorang mu’min harus menyadaaari hal itu, semuanya kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah ta’ala.

 Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

((لا تزول قدم ابن آدم يوم القيامة من عند ربه حتى يسئل عن خمس عن عمره فيم أفناه وعن شبابه فيم أبلاه وماله من أين اكتسبه وفيم أنفقه وماذا عمل فيما علم))

“Tidaklah bergerak kaki anak Adam pada hari kiamat di sisi Rabbnya hingga ditanya tentang lima perkara: tentang umurnya: untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya: untuk apa dia habiskan, tentang hartanya: dari mana dia mendapatkan dan untuk apa dia belanjakan, dan apa yang sudah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. Tirmizi)



Allah ta’ala berfirman:

لَتُبۡلَوُنَّ فِيٓ أَمۡوَٰلِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡ وَلَتَسۡمَعُنَّ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ وَمِنَ ٱلَّذِينَ أَشۡرَكُوٓاْ أَذٗى كَثِيرٗاۚ وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ١٨٦
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”. (Surat Ali-‘Imron Ayat 186)


Itulah diantara tuntunan dan renungan sikap seorang mukmin dalam menghadapi ujian dari Allah. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Aamiin. Allahu a’lam


Dijawab oleh Al-Faqir Ilallah Muhamad Fajri bin Muhammad Zaini Hafizohullah

Bekasi, 14 Robi’ul Akhir 1437 H

Tidak ada komentar: