Jumat, 01 Mei 2015

Pandangan Ulama' Islam Terhadap Rofidhoh

Pandangan Ulama Islam Terhadap Rofidhoh

Diantara kelompok atau sekte sesat (sebagian ulama' mengkafirkannya) adalah sekte Rofidhoh yang lebih populer dengan sebutan syi'ah.

Sudah sering kita dengar dan saksikan dari berbagai macam sumber bagaimana kelakuan buruk syi'ah ini. Akan tetapi, dikarenakan masih "banyaknya" tokoh Ummat Islam khususnya di Negri tercinta Indonesia ini yang membela dan melindungi sekte ini, akhirnya mereka cukup pesat perkembangannya. Terlebih setelah Pentolan mereka duduk di Parlemen.

Mereka yang membela Rofidhoh (Syi'ah-red) tidak lepas karena 3 peekara saja. Yaitu: Karena Harta, Tahta dan Wanita. Wal'iyadzubillah

Bahkan diantara mereka ada yang mencoba meng-ukhuwwahkan antara Sunni dan Syi'ah. Sampai gajah masuk lobang jarum-pun, tidak akan pernah bersatu antara dua faham ini, kecuali mereka meninggalkan aqidah mereka dan kembali merujuk ke manhaj ahlu sunnah.

Diantara pernyataan Ulama' Ahlu Sunnah wal Jama'ah terhadap Rofidhoh adalah:

1. Al-Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah

Ibnu ‘Abdil Qawwî berkata: “Imam Ahmad telah mengafirkan orang-orang yang menjauhkan diri dari shahabat, orang yang mencela ummul Mukminin ‘Aisyah, dan menuduhnya berbuat serong, padahal Allah telah mensucikannya dari tuduhan tersebut seraya beliau kemudian membaca ayat: “Allah menasehati kalian agar kalian tidak mengulang lagi perbuatan itu selama-selamanya, jika kalian benar-benar beriman.”[1]

2. Al-Imam Al-Bukhârî Rohimahullah (wafat tahun 256 H)

Ia berkata: “Bagi saya sama saja, apakah shalat di belakang imam beraliran Jahm atau Rafidhah, atau shalat di belakang imam Yahudi atau Nasrani. Dan seorang Muslim) tidak boleh memberi salam kepada mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, kawin dengan mereka, menjadikan mereka sebagai saksi dan memakan sembelihan mereka.”[2]

3. Al-Imam Ibnu Katsîr Rohimahullah [3]

Ibnu Katsir telah mengetengahkan hadis-hadis yang sah di dalam As-Sunnah dan berisikan sanggahan terhadap anggapan adanya ayat al-Qur’an dan wasiat kepada ‘Ali yang diklaim oleh golongan Syi’ah. Kemudian beliau memberi komentar sebagai berikut:

“Sekiranya masalah (wasiat) sebagaimana yang mereka perkirakan itu ada, niscayalah tidak seorang shahabat Nabi pun yang akan mengingkari. Sebab, mereka ini merupakan manusia yang paling taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik selama beliau masih hidup maupun sesudah beliau wafat. Karena itu, sama sekali tidak benar kalau mereka berani mengambil ketetapan mendahulukan orang yang tidak didahulukan oleh Rasulullah dan mengakhirkan orang yang didahulukan oleh Rasulullah dengan ketetapannya. Barangsiapa menganggap para shahabat yang diridhai oleh Allah dengan anggapan semacam itu, berarti menganggap semua shahabat berlaku durhaka, dan bersepakat menentang Rasulullah serta melawan putusan dan ketetapan beliau. Siapa saja yang berani berpendapat semacam ini, berarti dia telah melepaskan tali simpul Islam, kafir terhadap ijma’ seluruh umat Islam. Dan menumpahkan darah orang semacam ini lebih halal daripada membuang khamr.[4]

Dengan sah terbukti dari pendirian golongan Rofidhoh sendiri, sebagaimana tersebut di atas, bahwa mereka mempunyai anggapan, sesungguhnya Rasulullah Shallallâhu ‘alayhi wasallam telah memberikan suatu dekrit untuk ‘Ali, tetapi para shahabat menolak dekrit tersebut, dan karena itu mereka murtad. Inilah pendapat yang dilontarkan oleh rofidhoh dewasa ini dan para leluhur mereka dahulu.

4. Al-Imam Muhammad bin ‘Alî asy-Syaukâni rohimahullah [5]

Beliau berkata: “Sungguh inti dakwah Syi’ah adalah menyimpangkan agama dan melawan syariat kaum Muslimin. Tetapi yang sangat diherankan dari sikap para ulama mereka, sebagai pemimpin agama, adalah mengapa mereka membiarkan orang-orang itu melakukan kemungkaran yang tujuan dan maksudnya sangat busuk. Orang-orang yang rendah tersebut ketika bermaksud menentang syariat Islam yang suci dan menyalahi, mereka melakukan cercaan terhadap kehormatan para penegak syariat ini, yaitu orang-orang yang menjadi jalan sampainya syariat tersebut kepada kita, menjerumuskan orang-orang awam dengan caranya yang terkutuk itu dan cara setan, sehingga mereka mengutarakan celaan dan laknat kepada Khulafâur Râsyidîn. [6]

_____
[1] Q.s. an-Nûr [24]: ayat 17, ayat ini menjadi dasar pendapat Imam Ahmad, dalam buku karya Imam Abî Muhammad Rizkullah bin ‘Abdul Qawwî at-Tamimî rohulimahullah (wafat tahun 480 H.): Al-Warqah 21.

[2] Imam Bukhârî, Khalku Af’alil ‘Ibad, hlm. 125.

[3] Beliau adalah tokoh ahli hadis serta mufti yang cemerlang sebagaimana dikatakan oleh adz-Dzahâbî. Nama lengkapnya Abul Fisâ’ Ismail bin ‘Umar bin Katsîr. Asy-Syaukâni berkata: “Beliau punya banyak karangan berfaedah, antara lain: Tafsîr Ibnu Katsîr, yang dapat digolongkan tafsir yang terbaik, bahkan mungkin yang paling baik.” Wafat pada tahun 774 H. (Ibnu Hajar, ad-Durâru al-Kâminah, 1:373-374; Asy-Syaukâni, al-Badr at-Thali’, 1: 153).

[4] Bacalah halaman 751 dan 1125 dari ar-Risalah.

[5] Imam Muhammad bin ‘Alî bin Muhammad bin ‘Abdillah asy-Syaukâni, seorang ulama Yaman, pengarang kitab Fathul Qadîr, Nailul Authar dan lain-lain kitab-kitab yang bermanfaat. Wafat pada tahun 1250 H., bacalah al-Badr at-Thalî’, 2: 214 – 225.

[6] Bacalah kitab Thalabul ‘Ilmi, Asy-Syaukani

Tidak ada komentar: